Guncangan Politik Thailand: PM Paetongtarn Lengser, Dinasti Shinawatra di Ujung Tanduk?

Krisis politik kembali melanda Thailand setelah Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra dinyatakan bersalah melanggar etika dan resmi dicopot dari jabatannya oleh Mahkamah Konstitusi. Keputusan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang masa depan Partai Pheu Thai dan kelangsungan dinasti politik Shinawatra yang telah lama mendominasi panggung politik Thailand.

Paetongtarn, yang baru berusia 39 tahun, mencatatkan diri sebagai perdana menteri termuda dalam sejarah Thailand. Namun, posisinya yang kuat sebagai putri mantan PM Thaksin dan keponakan mantan PM Yingluck Shinawatra, serta jabatannya sebagai ketua Partai Pheu Thai, justru menjadi sorotan. Kontroversi pecah ketika partainya berkoalisi dengan kubu pro-militer pada tahun 2023, sebuah langkah yang dianggap mengkhianati komitmen ideologis partai.

Skandal yang memicu kejatuhannya adalah bocornya percakapan telepon dengan pemimpin Kamboja, Hun Sen. Dalam percakapan tersebut, Paetongtarn menyebut Hun Sen sebagai "paman" dan mengkritik komandan militernya sendiri di tengah konflik perbatasan yang memakan korban jiwa. Meskipun Paetongtarn membela diri dengan mengatakan bahwa tindakannya adalah taktik negosiasi untuk mencegah konflik meluas, pengadilan tetap memutuskan bahwa ia telah melanggar aturan etika.

Kejatuhan Paetongtarn memicu reaksi berantai. Partai konservatif Bhumjaithai menarik diri dari koalisi pemerintahan, meninggalkan Pheu Thai dengan mayoritas tipis. Wakil Perdana Menteri Phumtham Wechayachai kini menjabat sebagai perdana menteri sementara hingga parlemen memilih pengganti Paetongtarn. Chaikasem Nitisir, seorang pengacara dan mantan jaksa agung, disebut-sebut sebagai kandidat terkuat dari Pheu Thai. Nama lain yang berpotensi muncul adalah Anutin Charnvirakul dan bahkan Prayuth Chan-ocha, pemimpin kudeta militer 2014. Jika parlemen gagal mencapai kesepakatan, opsi pemilu kilat bisa menjadi kenyataan.

Pakar politik menilai bahwa pencopotan Paetongtarn merupakan pukulan telak bagi Partai Pheu Thai. Partai ini kini harus menghadapi pemilu mendatang tanpa kandidat perdana menteri yang jelas, yang berpotensi memicu perpecahan internal. Lebih jauh lagi, langkah Pheu Thai berkoalisi dengan lawan politik pada 2023 telah merusak citra partai dan warisan politik dinasti Shinawatra.

Dengan jatuhnya Paetongtarn, muncul pertanyaan apakah dinasti Shinawatra benar-benar telah berakhir. Namun, keluarga Shinawatra mungkin belum sepenuhnya kehilangan kekuatan. Thaksin Shinawatra, ayah Paetongtarn, baru-baru ini lolos dari tuduhan penghinaan terhadap monarki, sebuah kemenangan besar yang bisa memungkinkannya untuk terus memainkan peran penting di balik layar. Masa depan politik Thailand kini berada di persimpangan jalan, dan hanya waktu yang akan menjawab apakah dinasti Shinawatra mampu bangkit kembali dari keterpurukan ini.

Scroll to Top