Gelombang Unjuk Rasa 2025: Tuntutan Reformasi Birokrasi dan Penegakan Hukum Menggema

Jakarta menjadi pusat perhatian dalam sepekan terakhir dengan aksi unjuk rasa yang meluas, merespons isu tata kelola pemerintahan dan penegakan hukum. Awalnya dipicu oleh aksi pelajar dan mahasiswa di depan gedung parlemen pada 25 Agustus, demonstrasi ini kemudian berkembang menjadi gelombang aksi yang lebih besar di berbagai titik strategis ibu kota.

Kejadian tragis meninggalnya seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, akibat insiden dengan mobil rantis Brimob pada tanggal 28 Agustus, semakin memicu kemarahan publik. Aksi solidaritas kemudian menyebar ke kota-kota besar lain di seluruh Indonesia, termasuk Bandung, Surabaya, Makassar, hingga Medan.

Sebagai respons terhadap aksi unjuk rasa ini, sebuah koalisi sipil merumuskan serangkaian tuntutan yang mendesak pemerintah dan DPR untuk segera melakukan perbaikan menyeluruh, bahkan reformasi tata kelola pemerintahan.

Tuntutan yang dikenal dengan tajuk ’17+8 Tuntutan Rakyat: Transparansi, Reformasi, dan Empati’ ini menyerukan pemenuhan 17 tuntutan dalam waktu satu minggu, dan 8 tuntutan lainnya dalam jangka waktu satu tahun.

17 Tuntutan Mendesak (Target: 5 September 2025):

  1. Penarikan personel TNI dari tugas pengamanan sipil dan jaminan tidak ada kriminalisasi terhadap peserta aksi demonstrasi.
  2. Pembentukan tim investigasi independen untuk mengusut tuntas kematian Affan Kurniawan dan semua korban aksi unjuk rasa.
  3. Pembekuan kenaikan tunjangan, gaji, dan fasilitas baru bagi anggota DPR.
  4. Transparansi anggaran DPR kepada publik.
  5. Pemeriksaan anggota DPR yang bermasalah oleh Badan Kehormatan.
  6. Pemberhentian atau sanksi tegas bagi kader partai politik yang melakukan tindakan tidak etis dan memicu kemarahan masyarakat.
  7. Pernyataan komitmen partai politik untuk berpihak pada kepentingan rakyat.
  8. Partisipasi aktif kader partai dalam dialog dengan masyarakat.
  9. Pembebasan seluruh demonstran yang ditahan.
  10. Penghentian tindakan represif dan kekerasan berlebihan oleh aparat keamanan dalam mengawal aksi demonstrasi.
  11. Penangkapan dan proses hukum bagi anggota aparat yang melakukan atau memerintahkan tindakan represif.
  12. Penarikan personel TNI kembali ke markas.
  13. TNI tidak mengambil alih fungsi kepolisian, serta penegakan disiplin internal yang ketat.
  14. TNI tidak memasuki ranah sipil selama krisis demokrasi.
  15. Jaminan upah yang layak bagi pekerja.
  16. Pemerintah mengambil langkah darurat untuk mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
  17. Pembukaan dialog dengan serikat pekerja untuk mencari solusi terkait masalah upah murah dan praktik outsourcing.

8 Tuntutan Jangka Panjang (Target: 31 Agustus 2026):

  1. Pembersihan dan reformasi DPR secara besar-besaran, termasuk audit dan peningkatan persyaratan menjadi anggota DPR.
  2. Reformasi partai politik, termasuk publikasi laporan keuangan dan memastikan fungsi pengawasan berjalan efektif.
  3. Reformasi sistem perpajakan yang adil.
  4. Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
  5. Reformasi kepolisian agar menjadi lebih profesional dan humanis.
  6. Penarikan personel TNI kembali ke markas.
  7. Penguatan Komnas HAM dan lembaga pengawas independen lainnya.
  8. Peninjauan ulang kebijakan di sektor ekonomi dan ketenagakerjaan, termasuk Proyek Strategis Nasional (PSN), evaluasi Undang-Undang Cipta Kerja, dan tata kelola Danantara.
Scroll to Top