Ketidakhadiran Prabowo di KTT SCO Jadi Sorotan, China Beri Tanggapan

Presiden terpilih Prabowo Subianto absen dalam Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) yang berlangsung di Tianjin, China, pada 31 Agustus – 1 September. Ketidakhadirannya di forum penting tersebut memicu perhatian, dan pemerintah China pun angkat bicara.

Sebagai gantinya, Menteri Luar Negeri Sugiono mewakili Indonesia dalam pertemuan tersebut.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menyatakan bahwa pihaknya memantau perkembangan situasi terkini di Indonesia, termasuk serangkaian aksi demonstrasi yang terjadi di berbagai wilayah.

"Kami mengikuti perkembangan di Indonesia dan meyakini bahwa, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, pemerintah Indonesia memiliki kapasitas untuk mengatasi gejolak internal dengan baik dan mengembalikan stabilitas secepat mungkin," ujar Guo, seperti dilansir China Daily pada Senin (1/9).

Guo juga menyampaikan harapan agar Indonesia mengambil langkah-langkah efektif untuk menjamin keamanan aset dan institusi China di Indonesia.

Dalam kesempatan tersebut, Menlu Sugiono menyampaikan permohonan maaf kepada Presiden Xi Jinping atas ketidakhadiran Prabowo.

"Kami menyampaikan terima kasih dan permohonan maaf karena Presiden Prabowo tidak dapat hadir pada ‘SCO Summit Plus’ sore ini. Saya juga telah menyampaikan langsung hal ini kepada Presiden Xi Jinping," kata Sugiono di sela-sela acara di Tianjin Meijiang International Convention and Exhibition Center.

Gelombang demonstrasi telah melanda Indonesia dalam seminggu terakhir. Awalnya, aksi unjuk rasa dipicu oleh penolakan terhadap kenaikan tunjangan anggota DPR serta kenaikan pajak di tengah kondisi ekonomi yang sulit.

Aksi demonstrasi terus berlanjut hingga terjadinya insiden seorang pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan tewas terlindas kendaraan taktis (rantis) Brimob pada 28 Agustus. Insiden ini memicu aksi protes yang lebih luas pada hari berikutnya, menuntut keadilan bagi Affan, yang direspons dengan tindakan represif berupa penggunaan gas air mata dan meriam air.

Unjuk rasa di berbagai kota seperti Jakarta, Bandung, Solo, dan Yogyakarta, diwarnai dengan bentrokan. Hingga 1 September, pihak kepolisian telah menangkap 3.195 orang terkait demonstrasi yang berlangsung di sejumlah daerah di Indonesia.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mencatat bahwa 20 orang masih dinyatakan hilang dalam rangkaian demonstrasi tersebut. Sementara itu, dilaporkan bahwa 10 orang meninggal dunia selama gelombang demonstrasi dalam sepekan terakhir.

Scroll to Top