Jakarta – Gelombang demonstrasi yang terjadi akhir pekan lalu dinilai oleh Center for Strategic and International Studies (CSIS) sebagai cerminan keresahan masyarakat terhadap kondisi ekonomi dan kesejahteraan yang memburuk. Namun, CSIS menilai pemerintah belum sepenuhnya mengakui hal tersebut.
Menurut Direktur Eksekutif CSIS, para pembuat kebijakan cenderung melihat situasi ini sebagai kekacauan politik semata, yang memerlukan penanganan cepat, bahkan dengan potensi penggunaan kekuatan. Kurangnya pengakuan terhadap masalah fundamental terkait kesejahteraan dan kondisi ekonomi Indonesia menjadi sorotan utama.
CSIS menekankan pentingnya pemerintah merumuskan strategi untuk menata kembali kebijakan ekonomi dan kesejahteraan, serta memperbaiki sistem politik dalam jangka pendek maupun panjang. Tanpa solusi komprehensif, Indonesia berisiko terperangkap dalam situasi yang lebih buruk dan mengulangi kejadian serupa di masa depan.
Sementara itu, seorang peneliti ekonomi CSIS menambahkan bahwa krisis kepercayaan terhadap pemerintah, yang disebabkan oleh runtuhnya legitimasi fiskal, menjadi akar masalah demonstrasi. Masyarakat merasa dibebani dengan pajak dan kebijakan efisiensi, namun di sisi lain melihat pemborosan, penambahan jumlah kementerian, praktik rangkap jabatan, serta kenaikan gaji pejabat.
Kontradiksi ini memicu krisis legitimasi fiskal, karena fondasi kepercayaan yang menopangnya telah runtuh. Pajak seharusnya menjadi kontrak sosial antara rakyat dan negara, namun hal ini terasa semakin jauh dari kenyataan.
Kondisi ini juga mencerminkan ketimpangan dan beban ekonomi yang semakin berat. Pertumbuhan ekonomi yang stabil di angka 5% dinilai tidak merata, karena lebih berpihak pada sektor padat modal. Gini ratio yang masih tinggi, penurunan kelas menengah, dan banyaknya masyarakat yang berada sedikit di atas garis kemiskinan menjadi perhatian serius.
Jika menggunakan standar Bank Dunia, tingkat kemiskinan mungkin lebih tinggi lagi. Inflasi umum memang rendah, namun harga pangan seringkali melonjak tinggi, seperti harga beras yang sangat membebani masyarakat.