Prabowo Intervensi: Tunjangan DPR RI Dicabut Usai Gelombang Protes Nasional

Gelombang kemarahan publik akhirnya berbuah hasil. Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah tegas dengan mengumpulkan para pemimpin partai politik di parlemen dan menyepakati penghapusan tunjangan anggota DPR RI yang dianggap melukai hati rakyat.

Isu tunjangan fantastis DPR ini mencuat setelah seorang anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, mengungkap "take home pay" bulanan yang mencapai lebih dari Rp100 juta. Pengakuan ini muncul setelah anggota DPR lainnya mengeluhkan kesulitan mencari uang halal sebagai politisi. Hasanuddin justru merasa penghasilannya lebih dari cukup, apalagi dengan adanya tunjangan perumahan sebesar Rp50 juta per bulan.

Fakta bahwa anggota DPR menerima gaji Rp3 juta per hari menjadi viral dan memicu amarah publik. Kesenjangan yang mencolok antara gaji wakil rakyat dan upah minimum buruh, seperti di Jakarta yang hanya Rp5,3 juta per bulan, memicu rasa ketidakadilan.

Kemarahan semakin memuncak setelah aksi joget-joget anggota DPR dalam Sidang Tahunan MPR RI. Perilaku ini dianggap meremehkan perasaan masyarakat yang tengah kesulitan ekonomi. Ironisnya, tak ada permintaan maaf dari para wakil rakyat yang bergaji tinggi tersebut. Bahkan, beberapa di antaranya merespon dengan nada merendahkan dan menghina rakyat yang mereka wakili.

Aksi demonstrasi besar-besaran pun terjadi di seluruh Indonesia selama sepekan. Namun, para wakil rakyat seolah menghindar dari massa yang ingin menyampaikan aspirasi mereka.

Prabowo dan para pimpinan partai politik baru mengeluarkan pernyataan resmi di akhir Agustus, dipicu oleh meninggalnya seorang pengemudi ojek online akibat tertabrak kendaraan taktis Brimob saat demonstrasi.

"Para pimpinan DPR menyampaikan akan dilakukan pencabutan beberapa kebijakan DPR RI, termasuk besaran tunjangan dan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri," ujar Prabowo.

Menteri Keuangan Sri Mulyani berdalih bahwa kebijakan tersebut telah melibatkan berbagai pihak, termasuk DPR, DPD, dan partisipasi masyarakat. Klarifikasi ini muncul setelah rumahnya menjadi sasaran penjarahan.

Seorang ekonom dari Bright Institute menilai ini adalah momentum bagi pemerintah untuk melakukan pembenahan. Ia mencontohkan Inggris yang membentuk badan independen untuk menentukan hak keuangan anggota parlemen setelah skandal penyalahgunaan uang pajak.

Keberadaan komisi khusus yang independen dinilai penting untuk menetapkan gaji dan tunjangan anggota DPR RI berdasarkan kondisi ekonomi riil, seperti indeks harga konsumen dan median upah pekerja sektor publik.

Standar khusus yang mempertimbangkan penghasilan masyarakat umum dan kondisi perekonomian menjadi acuan utama dalam menentukan kelayakan gaji dan tunjangan anggota parlemen, demi mewujudkan keadilan dan menghindari konflik kepentingan.

Terkait tunjangan tempat tinggal yang mencapai Rp50 juta per bulan, seorang ekonom berpendapat bahwa seharusnya angka tersebut mengacu pada garis kemiskinan Jakarta, yaitu Rp852.768 per kapita per bulan. Jika pemerintah mempercayai data Badan Pusat Statistik (BPS), maka tunjangan perumahan DPR RI seharusnya mengacu pada data tersebut, yaitu sekitar Rp77.687 per bulan untuk setiap anggota keluarga DPR RI. Alternatif lainnya adalah mengikuti data Survei Biaya Hidup (SBH), di mana pengeluaran untuk perumahan di Jakarta rata-rata tidak lebih dari Rp3,2 juta per keluarga.

Scroll to Top