Jakarta – China memamerkan tiga jenis rudal balistik antarbenua (ICBM) berkemampuan nuklir dalam parade militer memperingati 80 tahun kemenangan atas Jepang. Aksi ini dilihat sebagai upaya signifikan untuk memperkuat kekuatan nuklir Beijing terhadap negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat dan Eropa.
Karena ketiadaan jaringan pangkalan militer global, China selama ini mengandalkan pengembangan senjata jarak jauh sebagai langkah preventif terhadap potensi serangan dari musuh yang berjarak ribuan kilometer.
Dua dari tiga rudal yang dipamerkan merupakan pengembangan dari sistem yang sudah ada, yaitu DF-5C dan DF-31BJ. DF-5 adalah satu-satunya rudal berbasis silo milik China yang terberat, mampu membawa muatan lebih besar termasuk beberapa kendaraan luncur kembali. Sementara itu, DF-31 merupakan rudal mobile berbasis jalan yang telah menjadi andalan arsenal mobile China sejak pertengahan tahun 2000-an.
Parade militer ini juga menampilkan rudal baru yang belum pernah diperlihatkan sebelumnya, yaitu DF-61. Rudal ini diduga menggantikan DF-41 yang pertama kali dipamerkan pada parade tahun 2019. Meskipun detail kemampuannya belum terungkap, DF-31BJ dan DF-61 diyakini memiliki waktu persiapan dan peluncuran yang lebih singkat dibandingkan pendahulunya.
Ketiga rudal baru tersebut kemungkinan besar menggunakan teknologi kendaraan luncur hipersonik (hypersonic glide vehicle). Teknologi ini memungkinkan rudal meluncur dengan kecepatan di atas Mach 27, menyerang dari arah yang sulit diprediksi, dan menjangkau jarak yang lebih jauh, sehingga mempersulit sistem pertahanan udara lawan.
Pada tahun 2021, China sempat menarik perhatian dunia ketika berhasil menguji coba kendaraan luncur hipersonik antarbenua yang mengorbit bumi sebelum kembali mengenai target di wilayahnya.
Wakil Ketua Kepala Staf Gabungan AS, Jenderal John Hyten, menyebut uji coba tersebut sebagai perkembangan yang "sangat mengkhawatirkan" karena menunjukkan kemampuan China untuk menyerang target di seluruh dunia dengan akurasi tinggi.
Dengan dipamerkannya rudal-rudal baru ini, para analis memprediksi produksi ICBM China akan terus melampaui gabungan produksi negara-negara lain. Beijing diperkirakan berupaya memperkecil kesenjangan jumlah arsenal dengan Amerika Serikat dan Rusia, sekaligus menonjolkan keunggulan teknologi terbaru dalam sistem persenjataannya.