Kontroversi Rencana AS Kelola Gaza Selama Satu Dekade

Rencana Amerika Serikat untuk mengambil alih pengelolaan Jalur Gaza, Palestina, selama 10 tahun ke depan menuai badai kecaman. Usulan yang tengah dikaji oleh mantan Presiden Donald Trump ini dianggap provokatif dan memicu reaksi keras, terutama dari kelompok Hamas.

Menurut laporan yang beredar, Gedung Putih mempertimbangkan gagasan menjadikan Gaza sebagai wilayah perwalian di bawah kendali AS. Targetnya adalah mentransformasi wilayah tersebut menjadi destinasi wisata unggulan dan pusat inovasi teknologi. Dokumen setebal 38 halaman merinci inisiatif ini, termasuk rencana relokasi sementara seluruh penduduk Gaza, baik secara sukarela ke negara lain atau ke zona aman di dalam wilayah tersebut.

Hamas dengan tegas menolak proposal tersebut. Seorang tokoh Hamas menyatakan bahwa "Gaza tidak untuk dijual," dan menegaskan bahwa Gaza adalah bagian integral dari tanah air Palestina. Rencana ini dianggap sebagai upaya untuk menelantarkan rakyat Palestina dan mempertahankan penjajah di tanah mereka.

Gagasan serupa sempat dilontarkan Trump sebelumnya, yaitu mengubah Gaza menjadi "Riviera Timur Tengah" setelah memindahkan penduduk Palestina dan menempatkannya di bawah kendali Amerika. Usulan tersebut juga mendapat kecaman luas dari dunia Arab, termasuk dari warga Palestina yang menganggapnya sebagai pengulangan "Nakba" – tragedi pengusiran massal warga Palestina selama pembentukan Israel pada tahun 1948.

Penolakan ini mencerminkan sentimen kuat di kalangan warga Palestina yang menentang segala upaya untuk menggusur mereka dari tanah air mereka dan menyerahkan kendali wilayah mereka kepada pihak asing. Masa depan Gaza masih menjadi isu sensitif dan kompleks yang membutuhkan solusi yang adil dan berkelanjutan.

Scroll to Top