Kondisi politik Thailand kembali bergejolak setelah Partai Pheu Thai, partai penguasa saat ini, mengajukan permohonan kepada kerajaan untuk membubarkan parlemen dan mengadakan pemilihan umum (pemilu) baru. Langkah drastis ini diambil tidak lama setelah pimpinan parlemen menyatakan dukungan kepada partai oposisi untuk membentuk pemerintahan yang baru. Pengumuman ini segera memicu kekacauan politik di Negeri Gajah Putih tersebut.
Ketua Fraksi Pheu Thai menyampaikan bahwa partainya telah mengambil keputusan untuk menyelenggarakan pemilu secepatnya. Langkah ini diambil setelah Pheu Thai kehilangan tampuk kepemimpinan Perdana Menteri (PM) Paetongtarn Shinawatra pada akhir Agustus 2025.
Sebelumnya, Partai Rakyat, yang memiliki hampir sepertiga kursi di majelis rendah, menyatakan dukungan kepada Anutin Charnvirakul, pemimpin Partai Bhumjaithai, untuk maju sebagai perdana menteri. Dukungan ini berpotensi menjadi titik balik yang dapat mencairkan kebuntuan politik yang telah berlangsung di Thailand.
Krisis Politik Thailand Memasuki Babak Baru
Pencopotan Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra pada tanggal 29 Agustus lalu karena pelanggaran etika, menjadi pemicu perebutan kekuasaan. Partai Pheu Thai pun berupaya memperkuat koalisi yang tengah rapuh. Sementara itu, Partai Bhumjaithai mengambil langkah berani untuk membentuk pemerintahan sendiri.
Pencopotan ini menjadi babak terbaru dalam persaingan politik selama dua dekade di Thailand. Paetongtarn merupakan perdana menteri keenam dari keluarga Shinawatra yang tersingkir, baik melalui kudeta militer maupun keputusan peradilan.
Keputusan Pheu Thai untuk membubarkan parlemen diambil di tengah menurunnya dukungan terhadap partai populis yang dulunya dominan tersebut. Protes publik yang menentang pemerintahan juga semakin intens.
Partai Pheu Thai sendiri didirikan oleh Thaksin Shinawatra, ayah Paetongtarn, yang juga merupakan seorang tokoh berpengaruh.
Sejumlah pakar hukum di Thailand memiliki perbedaan pendapat mengenai kewenangan pemerintahan sementara untuk meminta pembubaran parlemen.
Pemimpin Partai Rakyat, Natthaphong Ruengpanyawut, mengungkapkan bahwa partainya mendukung Partai Bhumjaithai demi mencegah kembalinya pemerintahan koalisi lama yang dinilai tidak lagi layak memimpin. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa partainya tidak akan bergabung dalam pemerintahan baru tersebut.
Ia juga menyebutkan bahwa pemungutan suara parlemen untuk memilih perdana menteri baru dapat dilaksanakan pada tanggal 5 September.
"Ada risiko kembalinya koalisi lama yang gagal memimpin negara dalam dua tahun terakhir, dan juga risiko kembalinya pelaku kudeta sebagai perdana menteri," ujarnya dalam sebuah konferensi pers, merujuk pada Prayuth Chan-ocha, jenderal yang merebut kekuasaan pada tahun 2014 dan masih memenuhi syarat untuk menjadi perdana menteri meskipun sudah pensiun.