Moskow terus berupaya mendapatkan pengakuan dunia atas wilayah Ukraina yang telah mereka aneksasi dan kuasai. Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, menyatakan bahwa pengakuan ini dapat menjadi bagian dari kesepakatan damai antara kedua negara.
Ukraina sendiri bersikeras tidak akan pernah mengakui kendali Rusia atas wilayahnya yang diduduki dan bertekad untuk merebutnya kembali. Rusia mengklaim telah mencaplok lima wilayah Ukraina: Donetsk, Lugansk, Kherson, Zaporizhzhia, dan Semenanjung Crimea yang direbut pada 2014.
Lavrov menekankan bahwa demi perdamaian yang langgeng, "realitas teritorial baru" ini harus diakui dan diresmikan sesuai hukum internasional.
Status wilayah-wilayah yang direbut Rusia menjadi poin krusial dalam perundingan damai yang terhenti antara kedua negara. Ukraina menginginkan gencatan senjata sebagai langkah awal, sementara Rusia menolak menghentikan serangan sampai kesepakatan penuh tercapai.
Menanggapi upaya perdamaian yang dipimpin oleh Presiden AS, Donald Trump, Ukraina menyatakan bahwa Rusia merespons dengan "ultimatum lama". Ukraina menilai Rusia belum mengubah tujuan agresifnya dan tidak menunjukkan kesiapan untuk negosiasi yang bermakna. Ukraina mendesak penerapan sanksi baru yang berat untuk menyadarkan Moskow.
Turki, yang pernah menjadi tuan rumah perundingan langsung Rusia-Ukraina, mengklaim bahwa Presiden Vladimir Putin menawarkan pembekuan garis depan pertempuran di Kherson dan Zaporizhzhia jika Ukraina sepenuhnya menyerahkan wilayah Donetsk.
Analisis data menunjukkan bahwa Rusia hampir sepenuhnya menguasai Lugansk dan sekitar 80% Donetsk. Rusia juga merebut sebagian besar Kherson dan Zaporizhzhia, meskipun Ukraina masih menguasai ibu kota di kedua wilayah tersebut.