Dua dekade lalu, di timur laut Tiongkok, sebuah penemuan menggemparkan dunia paleontologi. Fosil reptil purba unik ditemukan, sepintas mirip hewan berleher panjang berukuran mini, hanya sekitar 7,5 cm. Namun, keanehan terungkap saat tulang belakangnya bercabang, membentuk dua leher yang masing-masing menopang satu tengkorak.
Makhluk ini dikenal sebagai Hyphalosaurus lingyuanensis, anggota kelompok reptil air purba Choristodera yang menghuni danau air tawar sekitar 120 juta tahun lalu, pada periode Kapur Awal. Penemuan ini, yang awalnya dilaporkan pada tahun 2006, kembali mencuri perhatian setelah dikaji ulang oleh berbagai media ilmiah.
Jejak Kepala Ganda yang Terawetkan dalam Batu
Fosil Hyphalosaurus ini ditemukan di Formasi Yixian, sebuah wilayah di Tiongkok yang kaya akan fosil. Kondisi pelestariannya luar biasa; tubuh kecil itu terbaring utuh di atas lempengan batu, tanpa indikasi gangguan manusia.
Para paleontolog memastikan bahwa kelainan ini murni alami, bukan hasil manipulasi. Struktur tulang belakang yang terbagi menjadi dua leher adalah contoh nyata polikefali, kondisi bawaan di mana satu tubuh berkembang dengan lebih dari satu kepala.
Fenomena serupa masih dapat ditemui pada hewan modern, seperti ular atau kura-kura berkepala dua. Namun, sebagian besar tidak bertahan lama di alam liar. Nasib serupa mungkin dialami Hyphalosaurus ini, yang kemungkinan mati tak lama setelah menetas, atau bahkan sebelum sempat keluar dari telur.
Hyphalosaurus, Reptil Air yang Terlupakan
Meskipun sering dikira dinosaurus karena berasal dari zaman purba, Hyphalosaurus sebenarnya bukan dinosaurus. Ia adalah reptil air kecil dengan tubuh ramping, leher panjang, dan kaki mirip dayung yang memudahkannya berenang di perairan dangkal.
Kebanyakan penelitian fosil dari Formasi Yixian berfokus pada dinosaurus berbulu dan burung purba. Namun, spesimen Hyphalosaurus ini istimewa bukan karena jenisnya, melainkan karena anomali genetik yang berhasil "membeku" dalam batu.
Seorang paleontolog menyebut penemuan ini sebagai "jackpot ilmiah", karena peluang fosilisasi embrio atau bayi dengan kelainan bawaan sangatlah kecil.
Gangguan Perkembangan di Zaman Purba
Polikefali pada Hyphalosaurus diperkirakan terjadi akibat axial bifurcation, kegagalan proses pemisahan embrio saat perkembangan awal. Kondisi ini mirip dengan mekanisme yang menyebabkan kembar siam atau hewan berkepala dua pada masa kini.
Yang mengejutkan, penemuan ini memundurkan garis waktu keberadaan polikefali lebih dari 100 juta tahun. Ini berarti bahwa mekanisme biologis yang memicu kelainan perkembangan ini sudah ada jauh sebelum kemunculan spesies modern.
Dengan kata lain, fosil ini bukan hanya catatan tentang makhluk malang yang lahir berbeda, tetapi juga bukti adanya kontinuitas evolusi: bahwa proses pembentukan tubuh dan potensi "kesalahan" genetik yang kita kenal sekarang, sudah berlangsung sejak zaman prasejarah.
Membuka Pertanyaan Baru
Hingga kini, fosil Hyphalosaurus berkepala dua tetap menjadi misteri. Ia memperlihatkan sisi rapuh evolusi, bahwa bahkan makhluk purba pun tak luput dari "glitch" biologis.
Menemukan jejak akurat gangguan perkembangan pada spesies yang sudah punah adalah penemuan yang luar biasa.
Fosil mungil ini mungkin hanya satu anomali, tetapi ia membawa pesan besar: bahwa jalannya evolusi penuh dengan kemungkinan, bahkan yang tampak mustahil sekalipun.