Jakarta – Polisi berhasil membongkar jaringan di balik aksi pengerahan massa yang berujung pada penyerangan rumah anggota DPR, Ahmad Sahroni. Ternyata, otak dari pengumpulan massa ini adalah sepasang suami istri yang mengelola sebuah grup WhatsApp (WA).
Pasangan tersebut diketahui berinisial SB (35) dan G (20). SB berperan sebagai admin grup WA yang kerap kali mengganti nama.
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mengungkapkan bahwa grup WA ini awalnya bernama Kopi Hitam, kemudian berubah menjadi BEM RI, dan terakhir menjadi ACAB 1312.
Grup ACAB 1312 memiliki 192 anggota dan digunakan untuk mengajak orang-orang mendatangi kediaman Sahroni. "Grup WhatsApp ini difungsikan untuk mobilisasi massa menuju rumah Saudara Ahmad Sahroni," jelas pihak kepolisian.
Selain melalui WhatsApp, mereka juga menyebarkan provokasi melalui platform Facebook. G memiliki akun Facebook bernama Bambu Runcing, sementara SB memiliki akun dengan nama Nannu.
Modus Operandi Pasutri
Modus yang digunakan oleh pasangan ini adalah dengan mengunggah konten yang bertujuan membangkitkan kebencian. Mereka juga menghasut massa untuk melakukan aksi penyerbuan ke rumah Sahroni.
"Modus operandi pelaku adalah membuat dan menyebarkan konten yang memicu rasa benci terhadap individu, kelompok, atau masyarakat tertentu berdasarkan kebangsaan, mentransmisikan informasi elektronik milik orang lain, serta menghasut agar melakukan aksi geruduk rumah anggota DPR Ahmad Sahroni dan Polres Jakarta Utara melalui grup Facebook," terang pihak kepolisian.
Keduanya ditangkap pada tanggal 1 September 2025 oleh Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Polisi menyita dua unit handphone sebagai barang bukti.
Atas perbuatan mereka, pelaku dijerat dengan Pasal 45 Ayat 2 Juncto Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik dengan ancaman hukuman penjara maksimal 6 tahun. Selain itu, mereka juga dijerat dengan Pasal 160 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal 6 tahun dan Pasal 161 Ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal 4 tahun.