Ojek online, simbol modernitas dan solusi mobilitas di perkotaan, kini terjerat dalam ironi. Profesi yang dulunya diharapkan menjadi pintu rezeki, kini menjadi ladang perjuangan tanpa henti. Bukan hanya soal pendapatan, tapi juga harga diri, tenaga, dan keselamatan jiwa.
Terjebak Algoritma: Ojol dalam Kendali Aplikasi
Aplikasi adalah pusat kehidupan ojol. Realita pahitnya, pengemudi hanyalah sekadar angka dan titik hijau di peta, dinilai dari jarak, tarif, dan rating. Setiap notifikasi order adalah dilema: diambil berarti kerja keras, ditolak berisiko suspensi. Algoritma dingin mengendalikan hidup mereka, tanpa empati.
Tarif Merosot: Pengorbanan yang Tak Sebanding
Dahulu, tarif ojol menjanjikan kehidupan yang layak. Kini, tarif semakin menipis, kilometer dihargai murah. Perjalanan jauh dibayar seadanya. Waktu, bensin, dan kondisi fisik dikorbankan, namun imbalannya tak sebanding. Penumpang diuntungkan dengan harga murah, perusahaan tetap mendapat potongan, sementara pengemudi menjadi tumbal. Banyak dari mereka pulang dengan kantong kosong, bahkan nombok.
Jalanan Sebagai Kantor: Penuh Risiko dan Tantangan
Jalanan adalah kantor bagi para pengemudi ojol. Namun, "kantor" ini penuh bahaya: kemacetan, hujan, panas, debu, polusi, dan suara bising menjadi makanan sehari-hari. Senggolan kecil bisa berakibat fatal, salah belok bisa dimaki, terlambat sedikit diklakson, terlalu cepat dikejar polisi. Jalanan seolah tak pernah ramah pada mereka. Mereka harus menerjang hujan badai, menahan terik matahari, menghirup asap kendaraan demi mengantarkan penumpang yang seringkali tak peduli pada mereka.
Status Tak Jelas: Mitra Tanpa Perlindungan
Ojol bukan pegawai, tapi juga bukan pemilik. Mereka terombang-ambing di antara dua status yang tak jelas. Tidak ada gaji tetap, jaminan, atau perlindungan yang memadai. Jika sakit, kehilangan pendapatan. Jika kecelakaan, menanggung sendiri. Jika motor rusak, merepotkan diri sendiri. Mereka hanya dianggap "mitra", istilah manis namun kosong. Kemitraan seharusnya setara, namun kenyataannya aplikasi adalah bos besar, dan pengemudi hanyalah pasukan suruhan. Status ini semakin hari semakin menyiksa.