Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyoroti potensi besar abalon (Haliotis spp.) sebagai sumber daya laut andalan dari pesisir Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari tujuh spesies abalon yang hidup di perairan Indonesia, empat di antaranya dapat ditemukan di wilayah ini, termasuk Haliotis asinina, Haliotis squamata, Haliotis varia, dan Haliotis ovina.
Garis pantai yang membentang panjang di Gunungkidul menciptakan lingkungan yang sangat mendukung pertumbuhan abalon.
Abalon kaya akan nutrisi. Analisis menunjukkan bahwa setiap 100 gram daging abalon mengandung sekitar 20 gram protein, menjadikannya sumber protein yang sangat baik dengan kandungan lemak yang sangat rendah, hanya 0,1 gram, dan hampir tanpa kolesterol. Abalon juga merupakan sumber omega 3 dan 6 yang baik untuk kesehatan jantung, serta mineral penting seperti kalsium, fosfor, dan zat besi.
Selain itu, daging abalon mengandung vitamin A, B12, dan E. Kadar vitamin E yang tinggi berperan penting dalam menjaga kesehatan kulit dan melindungi tubuh dari radikal bebas. Seng yang terkandung di dalamnya juga membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Tidak hanya dagingnya, bagian lain dari abalon juga menawarkan potensi pengembangan yang menarik. Penelitian mengungkap bahwa isi perut abalon mengandung enzim yang bermanfaat, sementara lendirnya memiliki sifat anti-inflamasi dan anti-pembengkakan. Hal ini membuka peluang baru untuk mengembangkan obat-obatan inovatif dan produk kosmetik anti-penuaan.
Meskipun demikian, budidaya abalon di Gunungkidul menghadapi tantangan tersendiri. Gelombang tinggi yang khas dari pesisir selatan Jawa menyulitkan penentuan lokasi budidaya yang aman. Saat ini, nelayan hanya dapat menangkap abalon saat air laut surut, yang mengakibatkan pasokan yang tidak konsisten.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan strategi berkelanjutan. Salah satu solusi yang diusulkan adalah dengan menebarkan benih abalon melalui program restocking. Selain itu, perlu adanya regulasi yang mengatur penangkapan abalon, di mana nelayan hanya diperbolehkan menangkap abalon yang berukuran lebih dari 5 sentimeter. Pada ukuran tersebut, abalon sudah mampu bertelur dan berkontribusi pada regenerasi populasi di alam.
Dengan budidaya yang terkontrol, restocking, dan regulasi penangkapan yang tepat, abalon berpotensi menjadi komoditas bernilai strategis, tidak hanya untuk pangan dan kesehatan, tetapi juga untuk industri kreatif.
Abalon memiliki kandungan gizi yang luar biasa dan nilai ekonomi yang tinggi. Pemanfaatan potensi ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menjaga kelestarian ekosistem laut Gunungkidul.