Sejumlah negara Barat dan sekutunya menunjukkan sinyal kuat untuk mengakui negara Palestina, langkah yang muncul di tengah konflik berkepanjangan. Namun, inisiatif diplomatik ini mendapat penolakan keras dari Israel dan Amerika Serikat (AS).
Pada Juli 2025, para Menteri Luar Negeri dari 15 negara Barat, termasuk Spanyol, Norwegia, dan Finlandia, menyampaikan keinginan untuk mengakui Palestina dalam konferensi internasional yang dipimpin bersama oleh Prancis dan Arab Saudi di New York. Mereka menegaskan komitmen pada solusi dua negara antara Israel dan Palestina. Beberapa negara, seperti Australia, Kanada, dan Selandia Baru, menyatakan kesediaan untuk mempertimbangkan pengakuan tersebut.
Gelombang dukungan terus berlanjut, dengan Belgia menyatakan niat serupa, mengikuti langkah Prancis, Inggris, dan Kanada. Namun, tidak semua negara Eropa sejalan. Jerman, misalnya, belum berniat untuk mengakui Palestina dalam waktu dekat, khawatir hal itu dapat mengganggu proses perdamaian.
AS secara tegas menolak mendukung pembentukan negara Palestina yang diakui secara resmi. Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengkritik negara-negara yang berencana mengakui Palestina dan menegaskan bahwa tidak akan ada negara Palestina yang terbentuk hanya melalui pengakuan negara lain. Ia menuduh langkah ini justru membuat Hamas semakin berani.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, juga mengecam keras rencana pengakuan tersebut. Ia menilai pengakuan sepihak hanya akan memperburuk situasi. Secara khusus, Netanyahu menyoroti sikap Presiden Prancis, menyebutnya sebagai bentuk provokasi. Ia juga mengecam Perdana Menteri Belgia, menilainya sebagai pemimpin lemah yang memenuhi tuntutan terorisme.