Badan Pangan Nasional (Bapanas) merespons keluhan masyarakat terkait kelangkaan dan mahalnya harga beras dengan meminta Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melakukan pengecekan ulang data produksi beras di lapangan.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, telah berkoordinasi langsung dengan Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, untuk menindaklanjuti isu perberasan ini. Ia meminta BPS untuk segera menyampaikan data perkiraan produksi beras terbaru, terutama jika ada koreksi dari data sebelumnya.
Arief menekankan pentingnya validasi data lapangan agar tidak hanya terpaku pada angka statistik. Menurutnya, data BPS yang ada saat ini perlu diselaraskan dengan kondisi riil di lapangan, termasuk dampak hama seperti wereng, keong, dan tikus terhadap produksi padi.
Data Bapanas yang bersumber dari BPS menunjukkan total produksi beras pada Januari-Oktober 2025 mencapai 31,04 juta ton. Angka ini lebih tinggi 3,37 juta ton atau 12,18% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, perkiraan total konsumsi beras pada periode yang sama adalah 25,83 juta ton. Dengan demikian, seharusnya terdapat surplus produksi beras sebesar 5,20 juta ton.
Arief menegaskan bahwa Bapanas akan terus melakukan check and balance untuk memastikan data yang ada sesuai dengan kondisi di lapangan. Ia mengajak semua pihak untuk bersama-sama mencari tahu penyebab kenaikan harga beras di tengah surplus produksi yang seharusnya terjadi.
Berdasarkan data Kerangka Sampel Amatan (KSA) BPS yang diolah oleh Bapanas, produksi beras untuk keseluruhan tahun 2025 diperkirakan mencapai 33,93 juta ton. Jumlah ini dinilai cukup jika data tersebut akurat dan sesuai dengan kondisi di lapangan.