Di era kecerdasan buatan (AI) yang pesat, aplikasi seperti ChatGPT dan Gemini semakin populer sebagai "teman romantis." Namun, penelitian mengungkap sisi gelap dari hubungan digital ini yang bisa berdampak buruk bagi penggunanya.
Sebuah studi menemukan bahwa individu yang berinteraksi dengan chatbot romantis cenderung merasakan kesepian dan depresi yang lebih mendalam dibandingkan mereka yang tidak menggunakan AI sebagai teman. Survei menunjukkan bahwa hampir 20% responden menggunakan chatbot AI untuk simulasi hubungan percintaan, dan angka ini lebih tinggi di kalangan dewasa muda (18-29 tahun).
Penelitian juga mencatat bahwa sebagian responden melakukan aktivitas seksual saat berinteraksi dengan pendamping AI, dengan pria lebih banyak terlibat dalam perilaku ini dibandingkan wanita. Ironisnya, alih-alih mengisi kekosongan emosional, hubungan dengan AI justru memperburuk perasaan terisolasi. Para ahli menekankan bahwa penggunaan AI tidak membantu mengurangi kesepian, melainkan malah memperparahnya.
Kecenderungan ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa. Lebih dari setengah anak-anak (9-17 tahun) menggunakan chatbot AI secara teratur, dan sepertiga dari mereka merasa seperti berbicara dengan teman sejati. Sebagian kecil bahkan mengaku tidak memiliki teman nyata.
Dalam kasus yang ekstrem, penggunaan chatbot secara berlebihan telah dikaitkan dengan gangguan kesehatan mental serius, seperti psikosis AI. Beberapa kasus bahkan berujung pada tragedi, termasuk bunuh diri dan tindakan kriminal.
Meskipun AI menawarkan ilusi kehangatan, hubungan dengan "kekasih digital" bukanlah solusi untuk mengatasi kesepian. Sebaliknya, teknologi ini dapat menjerumuskan penggunanya ke dalam keterasingan yang lebih dalam. Penting untuk diingat bahwa hubungan manusia yang otentik tetap menjadi kunci untuk mengatasi kesepian dan menjaga kesehatan mental.