Serangan Israel Intensif di Gaza Picu Gelombang Pengungsian Baru

Militer Israel pada Sabtu, 6 September 2025, mengeluarkan peringatan kepada warga Palestina di Kota Gaza untuk segera mengungsi ke selatan, menyusul rencana serangan udara terhadap sebuah menara tinggi. Langkah ini diambil seiring peningkatan operasi militer Israel di wilayah perkotaan terbesar di Jalur Gaza. Operasi tersebut merupakan perintah langsung dari Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk merebut Kota Gaza.

Netanyahu menyatakan bahwa Kota Gaza adalah pusat kekuatan Hamas, dan penguasaan penuh atas kota tersebut esensial untuk menaklukkan kelompok militan Palestina. Namun, tindakan ini berpotensi memaksa ratusan ribu warga sipil yang mencari perlindungan di sana untuk mengungsi. Sebelum konflik meletus pada Oktober 2023, Kota Gaza menjadi rumah bagi sekitar satu juta penduduk, hampir separuh dari total populasi Jalur Gaza.

Juru bicara militer Israel, Avichay Adraee, melalui platform X mengimbau warga untuk segera meninggalkan Kota Gaza dan menuju Khan Younis di selatan, yang telah ditetapkan sebagai "zona kemanusiaan." Ia menjanjikan akses makanan, layanan kesehatan, dan tempat tinggal bagi para pengungsi.

Meskipun demikian, serangan udara tetap menghantam sebuah menara di pusat kota, yang diklaim Israel digunakan Hamas untuk keperluan militer. Hamas membantah klaim ini, menyatakan bahwa bangunan tersebut berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi para pengungsi.

Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, membagikan rekaman yang menunjukkan gedung bertingkat tersebut runtuh dan menimbulkan awan debu tebal setelah serangan.

Belum ada informasi resmi mengenai jumlah korban jiwa dari insiden tersebut. Sementara itu, otoritas kesehatan Gaza melaporkan bahwa setidaknya 40 orang tewas akibat serangan udara dan tembakan Israel di seluruh wilayah Gaza pada hari yang sama, dengan separuh dari jumlah tersebut berada di Kota Gaza.

Israel mengklaim telah menguasai hampir separuh Kota Gaza dan sekitar 75 persen wilayah Jalur Gaza secara keseluruhan. Namun, pertempuran sengit yang terus berlanjut menyebabkan gelombang pengungsian baru dan kritik internasional. Amnesty International mendesak Israel untuk menghentikan serangan dan pengungsian massal, menuduh militer menghancurkan rumah-rumah dan menyebabkan kematian puluhan warga sipil dalam beberapa hari terakhir.

Scroll to Top