Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan korupsi terkait pembagian kuota haji tambahan tahun 2024. Temuan terbaru mengindikasikan adanya praktik setoran ilegal yang melibatkan agen haji khusus.
Meskipun belum ada penetapan tersangka, KPK telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, yaitu mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mantan Staf Khusus Yaqut Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik Maktour, Fuad Hasan Masyhur. Langkah ini diambil karena kehadiran mereka dibutuhkan sebagai saksi dalam proses penyidikan.
Kasus ini berawal dari pembagian 20 ribu kuota haji tambahan yang diperoleh Indonesia setelah lobi Presiden Joko Widodo ke Arab Saudi. Tujuan awalnya adalah mengurangi daftar tunggu jemaah haji reguler yang bisa mencapai 20 tahun. Namun, kuota tambahan tersebut justru dibagi rata antara haji reguler dan haji khusus, padahal Undang-Undang Haji membatasi kuota haji khusus hanya 8% dari total kuota.
Akibat kebijakan tersebut, sekitar 8.400 jemaah haji reguler yang sudah mengantre lebih dari 14 tahun gagal berangkat pada tahun 2024. KPK menduga kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 1 triliun.
Selain itu, terendus indikasi praktik jual beli kuota haji yang melibatkan oknum Kementerian Agama dan pihak travel haji, dengan nilai transaksi berkisar antara 2.600 hingga 7.000 USD (sekitar Rp 42 hingga Rp 113 juta).
Niat Jahat di Balik Pembagian Kuota 50:50
KPK menduga ada niat jahat di balik pembagian kuota haji tambahan dengan persentase 50:50. Pembagian ini diduga diawali dengan pertemuan antara asosiasi haji dan oknum di Kemenag. Ada dugaan aliran dana dari pihak travel ke oknum di Kemenag.
Iming-Iming Langsung Berangkat dengan Bayaran Lebih
Para calon jemaah haji khusus diiming-imingi bisa langsung berangkat di tahun yang sama dengan membayar lebih tinggi. Padahal, jemaah haji khusus pun seharusnya tetap mengantre. Tambahan kuota disalahgunakan dengan menawarkan jalur cepat dengan harga antara Rp 300 juta hingga Rp 400 juta per kuota.
Agen Haji Khusus Harus "Menyetor" Agar Dapat Kuota
KPK mengungkapkan bahwa agen perjalanan haji khusus tidak akan mendapatkan kuota jika tidak menyetorkan sejumlah uang kepada oknum di Kemenag. Hal ini menunjukkan tindakan sewenang-wenang, mengingat agen travel sangat bergantung pada Kemenag untuk memperoleh kuota.
Kasus ini juga berdampak pada dana haji reguler. Dana yang seharusnya dikelola pemerintah dan digunakan untuk subsidi haji reguler justru masuk ke kantong travel karena pembagian kuota yang tidak sesuai aturan. Negara kehilangan potensi keuntungan yang seharusnya bisa digunakan untuk menutup subsidi jemaah haji reguler.