Mikrometeorit, partikel kosmik berukuran mini yang seringkali terabaikan, ternyata menyimpan kunci untuk membuka tabir misteri atmosfer Bumi di masa lampau. Berbeda dengan meteorit raksasa yang dipamerkan di museum, butiran debu luar angkasa ini, yang ukurannya tak lebih dari dua milimeter, mengandung informasi berharga tentang kondisi lingkungan purba.
Setiap hari, puluhan ton materi antariksa memasuki atmosfer Bumi, sebagian besar berupa partikel mikroskopis. Mikrometeorit, yang tersebar luas di berbagai tempat, menjadi fokus penelitian terbaru untuk mengungkap rahasia oksigen atmosfer purba.
Para ilmuwan berhasil menganalisis mikrometeorit fosil yang telah mendarat di Bumi jutaan tahun lalu. Dengan mengekstrak jejak oksigen atmosfer yang terperangkap di dalam partikel tersebut, mereka mampu merekonstruksi komposisi kimia udara purba.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar karbon dioksida (CO2) pada zaman Miosen dan Kapur Akhir ternyata tidak jauh berbeda dengan kadar saat ini.
Mikrometeorit: Kapsul Waktu dari Luar Angkasa
Mikrometeorit segar dapat ditemukan di berbagai tempat, namun para peneliti justru menelusuri masa lalu dengan memeriksa endapan batuan sedimen yang terbentuk jutaan tahun silam.
Dari ratusan kilogram sampel batuan, mereka berhasil mengidentifikasi mikrometeorit kaya besi. Jenis mikrometeorit logam ini sangat penting karena saat memasuki atmosfer, mereka meleleh dan bereaksi dengan oksigen, mengikat oksigen atmosfer ke dalam struktur mineralnya. Dengan demikian, mikrometeorit berfungsi sebagai "kapsul waktu" yang menyimpan informasi tentang kondisi atmosfer saat mereka jatuh.
Kandungan oksigen dalam mikrometeorit memberikan petunjuk penting. Rasio isotop oksigen berhubungan langsung dengan proses fotosintesis dan jumlah karbon dioksida di udara. Dengan menggabungkan data isotop tersebut dengan simulasi model fotosintesis kuno, para peneliti dapat memperkirakan kadar CO2 atmosfer jutaan tahun silam.
Tantangan dan Harapan Masa Depan
Salah satu tantangan terbesar adalah memastikan bahwa oksigen dalam mikrometeorit tidak terkontaminasi oleh air Bumi. Air memiliki rasio isotop yang khas, sehingga dapat mengubah sinyal asli yang dibawa partikel.
Keberadaan mangan menjadi indikator adanya kontaminasi, karena logam kosmik sejatinya tidak mengandung mangan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas mikrometeorit telah terkontaminasi. Hanya sedikit spesimen yang dinyatakan masih murni, berasal dari periode Miosen dan Kapur Akhir. Diperkirakan kadar CO2 saat itu berkisar antara 250 hingga 300 ppm, lebih rendah dibandingkan kadar modern, yaitu sekitar 420 ppm.
Meskipun akurasinya masih terbatas, temuan ini sesuai dengan perkiraan dari studi sebelumnya. Para peneliti menekankan pentingnya menemukan lebih banyak mikrometeorit utuh, terutama dari periode geologi yang diduga memiliki kadar CO2 sangat tinggi. Jika data nyata dapat diperoleh, misalnya dari zaman Trias, hal itu akan sangat membantu memahami bagaimana kehidupan di Bumi merespons kondisi atmosfer dengan kandungan karbon dioksida yang ekstrem.