Dolar AS Perkasa, Mayoritas Mata Uang Asia Tumbang! Rupiah Justru Menguat

Jakarta – Pasar keuangan Asia dikejutkan oleh dominasi dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Kamis (11 September 2025). Mayoritas mata uang di kawasan ini harus mengakui keunggulan the greenback, meskipun Rupiah mampu melawan arus.

Pada pukul 09.20 WIB, Peso Filipina menjadi mata uang yang paling terpukul, merosot 0,27% ke level PHP 57,162 per dolar AS. Ringgit Malaysia menyusul dengan penurunan 0,24% di MYR 4,220 per dolar AS, diikuti oleh Baht Thailand yang melemah 0,16% menjadi BHT 31,77 per dolar AS. Rupee India, Dong Vietnam, dan Dolar Singapura juga tak luput dari tekanan, masing-masing melemah 0,09%, 0,07%, dan 0,05%.

Di tengah gelombang pelemahan, Dolar Taiwan menjadi satu-satunya mata uang yang mencatatkan penguatan, meskipun tipis hanya 0,04% di level TWD 30,277 per dolar AS. Rupiah pun turut merasakan sentimen positif, terapresiasi 0,03% ke posisi Rp16.450 per dolar AS, bersama dengan Yen Jepang dan Won Korea yang sama-sama menguat 0,02%.

Kuatnya dolar AS tercermin dari pergerakan indeks dolar AS (DXY) yang menguat 0,05% ke level 97,828 pada waktu yang sama. Pendorong utama penguatan ini adalah rilis data inflasi produsen (Producer Price Index/PPI) AS yang turun 0,1% pada bulan Agustus, setelah sebelumnya melonjak 0,7% di bulan Juli. Data ini memperkuat keyakinan pasar bahwa The Federal Reserve (The Fed) akan menurunkan suku bunga pada pertemuan kebijakan minggu depan.

Pasar memprediksi pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) hampir pasti terjadi, sementara peluang pemangkasan yang lebih agresif sebesar 50 bps dinilai kecil. Seharusnya, ekspektasi ini memberikan ruang bagi mata uang negara berkembang untuk menguat. Namun, tren penguatan DXY justru menekan banyak mata uang Asia di tengah ketidakpastian global.

Selain data ekonomi, pelaku pasar juga mencermati dinamika politik di Washington. Presiden Donald Trump dikabarkan tengah berupaya memperluas pengaruhnya terhadap komite penentu suku bunga The Fed, yang memicu spekulasi terkait arah kebijakan moneter AS ke depan.

Scroll to Top