Sebuah riset terbaru mengungkap fakta mengejutkan: sel punca manusia mengalami penuaan yang lebih cepat saat berada di lingkungan luar angkasa. Temuan ini menimbulkan kekhawatiran mendalam, terutama bagi rencana perjalanan antariksa jarak jauh, seperti misi ambisius menuju Mars.
Para ilmuwan memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk menganalisis perubahan yang terjadi pada sel punca yang dikirim ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) melalui misi suplai SpaceX. Hasilnya menunjukkan bahwa di lingkungan tanpa gravitasi, sel punca kehilangan sebagian kemampuannya untuk menghasilkan sel baru, menjadi lebih rentan terhadap kerusakan DNA, dan mengalami penuaan yang dipercepat.
Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Cell Stem Cell ini, memperkuat penelitian sebelumnya tentang dampak kesehatan luar angkasa. Studi ini menyoroti tantangan besar dalam menjaga kesehatan manusia selama perjalanan luar angkasa jangka panjang, yang menjadi syarat mutlak jika kita ingin mewujudkan impian kolonisasi planet lain.
"Luar angkasa adalah ujian terberat bagi tubuh manusia," kata peneliti terkemuka. "Temuan ini sangat signifikan karena menunjukkan bahwa faktor-faktor pemicu stres di luar angkasa, seperti mikrogravitasi dan radiasi kosmik, dapat mempercepat penuaan molekuler sel punca darah."
Tubuh manusia tidak dirancang untuk kondisi ekstrem di luar angkasa. Manusia akan terpapar tekanan lingkungan yang sangat berbeda, terutama mikrogravitasi (kondisi tanpa bobot) dan radiasi kosmik (partikel subatomik berenergi tinggi).
Penelitian sebelumnya telah mendokumentasikan berbagai efek merugikan kesehatan yang dialami manusia di luar angkasa. Contohnya, studi pada tahun 2022 menemukan bahwa astronaut mengalami pengeroposan tulang selama puluhan tahun akibat terpapar gravitasi mikro selama lebih dari enam bulan di orbit.
Beberapa ilmuwan bahkan berpendapat bahwa untuk berhasil mengkolonisasi Mars, modifikasi DNA tertentu mungkin diperlukan untuk memastikan tubuh manusia dapat bertahan hidup di planet tersebut.
Dalam studi terbaru ini, para peneliti fokus pada sel punca dan progenitor hematopoietik (HSPC). Sel-sel ini berperan penting dalam menjaga kesehatan sistem kekebalan tubuh dan mengawasi potensi kanker. Meskipun penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa mikrogravitasi dapat memengaruhi perubahan imun dan metabolisme, dampak waktu di luar angkasa pada integritas molekuler dan fungsi HSPC masih belum jelas.
Tim peneliti mengumpulkan sel manusia dari sumsum tulang individu yang menjalani operasi penggantian pinggul. Sel-sel tersebut kemudian dikembangkan dalam nanobioreaktor, wadah khusus untuk memfasilitasi reaksi biologis. Eksperimen dilakukan baik di Bumi maupun dalam empat misi ke ISS.
Dengan menggunakan teknologi pencitraan berbasis AI, para ilmuwan mengamati aktivitas sel secara detail. Mereka menemukan bahwa perubahan pada sel dalam sampel luar angkasa mirip dengan yang terlihat pada penuaan sel normal di Bumi, tetapi terjadi dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi.
Sebagai contoh, sel-sel tersebut menjadi lebih aktif dari biasanya dan kehilangan kemampuan untuk beristirahat dan memulihkan diri. Para peneliti juga mencatat peningkatan aktivitas di bagian "genom gelap" wilayah genom yang kurang dipahami yang terkait dengan respons stres dan penuaan.