Jakarta, CNBC Indonesia – Harga emas mengalami koreksi setelah sebelumnya mencetak rekor tertinggi, dipicu oleh data inflasi Amerika Serikat (AS) yang kurang memuaskan. Namun, kabar baik dari pasar tenaga kerja AS yang menunjukkan sinyal pelemahan sedikit meredakan kekhawatiran, membuat para investor tetap optimis bahwa The Federal Reserve (The Fed) akan segera menurunkan suku bunga acuannya.
Pada perdagangan Kamis (11 September 2025), harga emas ditutup pada US$ 3.633,74 per troy ons, turun tipis sebesar 0,18%. Penurunan ini berbanding terbalik dengan hari sebelumnya, di mana harga emas melonjak 0,4% dan mencetak rekor penutupan baru di US$ 3.640,39 per troy ons.
Pada hari Jumat (12 September 2025) pukul 06.22 WIB, harga emas kembali menunjukkan pelemahan tipis sebesar 0,01% menjadi US$ 3.633,22 per troy ons.
Menurut seorang pedagang logam independen, Tai Wong, harga emas tertolong oleh lonjakan klaim pengangguran mingguan yang mencapai level tertinggi dalam tiga tahun, yaitu 263.000 klaim. Sementara itu, inflasi inti tetap stabil di angka 0,3% secara bulanan.
Wong menambahkan bahwa pergerakan harga emas saat ini mengindikasikan adanya kelelahan dari para pembeli dan pelaku pasar emas. Meskipun demikian, prospek emas untuk beberapa bulan ke depan masih positif, sehingga membatasi potensi koreksi yang lebih dalam. Perbedaan arah data ekonomi AS juga menjadi faktor yang membuat proyeksi harga emas semakin beragam.
Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) naik 0,4% (month to month/mtm), lebih tinggi dari perkiraan para ekonom yang disurvei Dow Jones sebesar 0,3%. Namun, secara tahunan (Year on year/yoy), IHK tercatat 2,9%, sesuai dengan ekspektasi.
Inflasi inti (core CPI) yang tidak memasukkan harga pangan dan energi yang bergejolak, naik 0,3% (mtm) pada Agustus dan 3,1% (yoy). Angka ini juga sesuai dengan perkiraan Dow Jones.
Inflasi AS mengalami kenaikan yang lebih tinggi dari perkiraan pada bulan Agustus, mencatat kenaikan tahunan terbesar dalam tujuh bulan terakhir. Namun, pada saat yang sama, klaim pengangguran mingguan melonjak tajam, memberikan sinyal pelemahan pada pasar tenaga kerja.
Data lain menunjukkan bahwa harga produsen AS secara tak terduga turun pada bulan Agustus, yang mencerminkan margin jasa perdagangan yang melemah serta biaya barang yang tetap rendah.
Kombinasi data non-farm payrolls yang lemah, revisi yang mengungkap pengurangan 911.000 lapangan kerja dalam 12 bulan terakhir hingga Maret, dan data harga produsen yang turun, menunjukkan adanya perlambatan momentum ekonomi dan memperkuat ekspektasi akan pelonggaran kebijakan moneter oleh The Fed.
Berdasarkan data CME FedWatch, pasar saat ini sepenuhnya memperhitungkan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan kebijakan The Fed minggu depan, dengan kemungkinan kecil pemangkasan sebesar 50 basis poin. Bank sentral telah menghentikan siklus pelonggaran pada Januari 2025, sambil mempertimbangkan dampak inflasi dari tarif.
Logam mulia ini telah naik 38% sepanjang tahun ini dan sering kali diuntungkan dalam kondisi suku bunga rendah, karena dipandang sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan ketidakpastian yang lebih luas.
Pertumbuhan ekonomi yang melambat, inflasi yang tinggi, pergeseran geopolitik, serta diversifikasi dari aset dan dolar AS akan terus menopang permintaan investasi dan pembelian oleh bank sentral, sehingga mendukung harga emas.
Berbeda dengan emas, harga perak justru mengalami lonjakan. Pada perdagangan Kamis, harga perak melesat 1% ke US$ 41,56 per troy ons, menjadi yang tertinggi dalam 14 tahun terakhir.
Pada hari Jumat, harga perak sedikit melemah sebesar 0,05% menjadi US$ 41,54 per troy ons.