Jakarta – Charlie Kirk, seorang aktivis sayap kanan terkemuka dan pendukung setia mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, meninggal dunia akibat penembakan. Insiden tragis ini terjadi saat ia sedang berdiskusi mengenai penembakan massal yang baru-baru ini terjadi di Universitas Utah Valley pada hari Rabu, 10 September.
Kirk, yang berusia 31 tahun, dikenal luas karena pandangannya yang terus terang dan konservatif. Pendekatannya yang blak-blakan sering kali memicu kontroversi dan mengundang reaksi keras dari mereka yang tidak sependapat dengannya.
Sebagai pendiri Turning Point USA, sebuah organisasi pemuda konservatif, Kirk memainkan peran penting dalam menggalang dukungan dari kalangan muda untuk Trump dalam pemilihan presiden tahun 2024.
Kehadiran Kirk yang kuat di media sosial juga sangat diperhatikan. Akun TikTok-nya, The Charlie Kirk Show, memiliki basis pengikut yang besar, mencapai 8,1 juta pengguna. Melalui platform ini, ia secara rutin mengunggah video yang berisi perdebatan sengit tentang isu-isu penting seperti regulasi kepemilikan senjata, perubahan iklim, dan hak-hak LGBTQ+.
Beberapa pernyataan kontroversial Kirk yang paling menonjol mencakup komentarnya tentang kontrol senjata. Beberapa tahun lalu, ia menyatakan bahwa sejumlah kematian akibat senjata api di AS adalah "harga yang pantas dibayar" untuk melindungi Amandemen Kedua Konstitusi AS, yang menjamin hak warga sipil untuk memiliki dan membawa senjata.
"Memang ada harga yang harus dibayar berupa kematian akibat senjata setiap tahun, namun itu sepadan agar kita tetap memiliki Amandemen Kedua untuk melindungi hak-hak lain yang diberikan Tuhan," kata Kirk dalam sebuah acara di kampus Awaken Church, Salt Lake City, pada 5 April 2023.
"Itu adalah deal yang masuk akal," paparnya menambahkan.
Ironisnya, saat-saat terakhir Kirk diwarnai dengan debat terbuka mengenai maraknya penembakan massal di AS selama dekade terakhir. Seorang pemuda bertanya kepadanya tentang jumlah pelaku penembakan massal yang merupakan transgender dalam 10 tahun terakhir.
"Terlalu banyak," jawab Kirk.
Pemuda itu kemudian mengoreksi dengan angka lima, lalu bertanya apakah Kirk tahu berapa total pelaku penembakan massal di Amerika selama 10 tahun terakhir.
"Termasuk atau tidak termasuk kekerasan geng?" balas Kirk.
Data studi Hamline University tentang The Violence Prevention Project menunjukkan bahwa 98 persen pelaku penembakan di tempat publik di AS dilakukan oleh laki-laki, hanya dua persen oleh perempuan, dan kurang dari satu persen oleh kaum transgender.
Beberapa detik kemudian, suara tembakan keras terdengar. Kirk terlihat memegang lehernya sebelum jatuh dari kursi dengan darah berceceran, sementara para peserta panik dan berlarian.