Kasus Malaka Project: TNI Temukan Dugaan Pidana Lain, Ferry Irwandi Kebingungan

TNI mengklaim telah menemukan indikasi tindak pidana yang lebih berat yang melibatkan pendiri Malaka Project, Ferry Irwandi. Hal ini muncul setelah TNI tidak dapat melaporkan kasus dugaan pencemaran nama baik akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Ferry Irwandi mengaku kebingungan mengenai dasar dari tuduhan pidana yang akan menjeratnya. Ia mempertanyakan siapa yang telah dirugikannya. Dalam sebuah diskusi, Ferry menyatakan ketidakpahamannya mengapa dirinya begitu dipermasalahkan dan dicari-cari. Ia bahkan merasa heran karena namanya sampai dibahas oleh tokoh-tokoh seperti Yusril Ihza Mahendra dan Mahfud MD, padahal ia hanya seorang warga sipil biasa.

"Saya warga sipil biasa, apa yang dicari?" tanyanya, mempertanyakan mengapa dirinya dianggap sebagai ancaman.

TNI menyatakan bahwa mereka menghormati putusan MK terkait delik pencemaran nama baik. Namun, mereka menegaskan telah menemukan indikasi tindak pidana lain yang lebih serius. Kapuspen TNI Brigjen Marinir Freddy Ardianzah menjelaskan bahwa pihaknya sedang mengkaji ulang dan membahas dugaan tersebut secara internal untuk menyusun konstruksi hukum yang sesuai.

Freddy menekankan bahwa TNI akan selalu menaati hukum dan menghormati kebebasan berpendapat. Ia mengimbau masyarakat untuk tidak menyebarkan disinformasi, fitnah, kebencian, serta provokasi yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.

Anggota Komisi I DPR RI, Junico Siahaan, menyoroti bahwa masih banyak kasus lain yang lebih mendesak untuk ditindak oleh TNI. Ia mempertanyakan dasar TNI ingin melaporkan Ferry atas tuduhan pencemaran nama baik, dan menekankan bahwa perhatian TNI seharusnya tidak hanya tertuju pada kasus perseorangan. Junico juga mengingatkan pentingnya melindungi kebebasan berekspresi warga negara, yang dijamin oleh UUD 1945.

"Ruang digital adalah ruang publik, yang tidak bisa serta-merta disterilkan dari suara-suara yang berbeda pendapat," ujarnya.

Putusan MK Nomor 105/PUU-XXII/2024 menyatakan bahwa frasa ‘orang lain’ dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU ITE bertentangan dengan UUD 1945, kecuali jika dimaknai sebagai ‘lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan’.

Menanggapi hal ini, Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa berdasarkan putusan MK, korban pencemaran nama baik harus melaporkan sendiri, bukan institusi. Ia mempersilakan jika ada upaya hukum lain yang ingin ditempuh, tetapi bukan dengan delik pencemaran nama baik.

Scroll to Top