Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan dukungan signifikan terhadap penyelesaian konflik Israel-Palestina melalui solusi dua negara. Sebanyak 142 negara anggota PBB menyetujui resolusi yang mendesak Israel untuk mewujudkan negara Palestina, meskipun hal ini ditentang keras oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Resolusi yang tidak mengikat ini, didukung oleh "Deklarasi New York", bertujuan untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama hampir 80 tahun. Dari 193 negara anggota PBB, 142 memberikan suara mendukung, 10 menolak, dan 12 abstain.
Beberapa jam sebelum pemungutan suara, Netanyahu menegaskan penolakannya terhadap negara Palestina, terutama saat menandatangani perjanjian untuk memperluas permukiman Yahudi di wilayah Tepi Barat. Wilayah ini diklaim oleh Palestina sebagai bagian dari negara mereka di masa depan.
Resolusi ini disponsori oleh Perancis dan Arab Saudi, yang sebelumnya menjadi ketua konferensi tingkat tinggi yang membahas masalah ini. Kedua negara ini aktif mendorong implementasi solusi dua negara.
Konflik Israel-Palestina diperkirakan menjadi salah satu topik utama dalam pertemuan tahunan para pemimpin dunia di Majelis Umum PBB, yang akan dimulai pada 22 September. Palestina berharap akan ada tambahan minimal 10 negara lagi yang mengakui negara Palestina, melengkapi lebih dari 145 negara yang sudah melakukannya.
Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, menyatakan bahwa dukungan terhadap resolusi ini mencerminkan harapan besar komunitas internasional untuk mewujudkan perdamaian. Ia menyerukan kepada pihak yang masih memilih kekerasan dan berusaha menghancurkan rakyat Palestina untuk mendengarkan suara akal sehat dan menyelesaikan masalah ini secara damai.
Namun, Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, menolak resolusi tersebut dan menyebutnya sebagai "pertunjukan sandiwara" yang hanya menguntungkan Hamas.
Amerika Serikat, sekutu Israel, juga menolak Deklarasi New York dan resolusi Majelis Umum yang mendukung solusi dua negara. Mereka berpendapat bahwa resolusi ini gagal mengecam serangan Hamas terhadap warga sipil Israel pada 7 Oktober 2023. Serangan tersebut menyebabkan sekitar 1.200 orang tewas dan 250 orang disandera.
Penasihat Misi AS, Morgan Ortagus, menyatakan bahwa resolusi ini adalah "aksi publisitas yang salah arah dan tidak tepat waktu" yang merusak upaya diplomatik serius untuk mengakhiri konflik. Ia menambahkan bahwa resolusi ini adalah "hadiah untuk Hamas".
Meskipun demikian, resolusi tersebut juga mengecam serangan Israel terhadap warga sipil dan infrastruktur di Gaza, serta pengepungan dan kelaparan yang telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang menghancurkan. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, serangan Israel telah menewaskan lebih dari 64.000 warga Palestina.
Deklarasi tersebut mengusulkan agar Otoritas Palestina memerintah dan mengendalikan seluruh wilayah Palestina. Hamas juga harus mengakhiri pemerintahannya di Gaza dan menyerahkan senjatanya kepada Otoritas Palestina.
Deklarasi tersebut juga mendukung penempatan "misi stabilisasi internasional sementara" di bawah naungan PBB untuk melindungi warga sipil Palestina, mendukung pengalihan keamanan kepada Otoritas Palestina, dan memberikan jaminan keamanan bagi Palestina dan Israel. Selain itu, deklarasi tersebut mendesak negara-negara untuk mengakui negara Palestina.