Papua Selatan kembali mengalami gangguan jaringan internet yang lebih parah dari perkiraan. Ketua Komisi II DPR Papua Selatan, Yulians Charles Gomar, mengungkapkan bahwa gangguan yang dirasakan masyarakat sejak pukul 14.00 WIT tidak sesuai dengan pengumuman resmi Telkom yang menyebutkan pemutusan sementara baru akan dilakukan pada pukul 23.00 WIT.
Setelah berkomunikasi langsung dengan General Manager Telkom Witel Papua, terungkap bahwa gangguan ini bukan disebabkan oleh percepatan pemeliharaan, melainkan karena putusnya jalur backup kabel laut Fakfak–Ambon di dekat Ambon. Jalur ini seharusnya menjadi penopang trafik sementara saat jalur utama Sorong–Merauke sedang diperbaiki.
Gomar dengan tegas menyatakan kekecewaannya, "Masyarakat diberitahu gangguan mulai pukul 23.00 WIT, tetapi sejak pukul 14.00 WIT jaringan sudah melemah. Ini menimbulkan keresahan. Telkom seharusnya transparan dan menyampaikan kebenaran teknis kepada masyarakat Papua Selatan."
Kondisi kabel laut di wilayah timur Indonesia memang semakin memprihatinkan. Jalur utama Sorong–Merauke masih menunggu perbaikan sesuai jadwal nasional, dan kini jalur alternatif Fakfak–Ambon juga mengalami kerusakan. Akibatnya, Papua Selatan mengalami kelumpuhan digital lebih awal dari yang diperkirakan. Bahkan, sebagian wilayah Papua Tengah seperti Nabire juga ikut merasakan dampaknya. Hanya Timika yang relatif stabil karena memiliki kapasitas cadangan yang lebih besar.
"Setiap kali ada kerusakan, Papua Selatan selalu menjadi wilayah yang paling terdampak. Ini adalah peringatan keras. Negara harus segera mempercepat pembangunan jalur redundansi. Tanpa itu, kita akan terus mengalami kegelapan digital," tegas Gomar.
Ia mendesak Telkom dan Telkomsel untuk segera mengeluarkan pernyataan resmi agar masyarakat tidak bingung dan terombang-ambing oleh berbagai isu. Transparansi adalah bentuk penghormatan kepada masyarakat.
Komisi II DPR Papua Selatan akan mengawal dengan ketat tiga langkah krusial:
- Memastikan perbaikan jalur Sorong–Merauke dilakukan tepat waktu pada 9–10 September dan 12–14 September 2025.
- Mendorong pembangunan jalur redundansi agar Papua Selatan tidak lagi lumpuh total setiap kali terjadi kerusakan.
- Menyiapkan alternatif komunikasi darurat, termasuk posko internet dan backup satelit selama masa pemeliharaan.
"Papua Selatan adalah garda terdepan NKRI. Kita tidak boleh lagi membiarkan wilayah perbatasan ini terputus dari dunia luar. Gangguan yang berulang sejak 2018 adalah tamparan keras bagi Telkom: sudah saatnya Papua Selatan dijadikan prioritas nasional dalam bidang telekomunikasi," tegas Gomar.
Menutup pernyataannya, Ketua Komisi II mengajak masyarakat untuk tetap tenang, tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang tidak benar, dan meyakinkan bahwa DPR Papua Selatan akan selalu berada di sisi rakyat.
"Rakyat Papua Selatan berhak atas akses telekomunikasi yang adil, merata, dan berkelanjutan. Kami hadir untuk memastikan hal itu terwujud," pungkasnya.