Perombakan Kabinet Prabowo: Strategi Pengendalian Krisis atau Konsolidasi Kekuasaan?

Aksi unjuk rasa yang diwarnai kerusuhan pada Agustus lalu menjadi sorotan utama bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Menyusul kejadian tersebut, perombakan kabinet yang dilakukan menimbulkan berbagai interpretasi di kalangan pengamat. Apakah ini merupakan upaya untuk meredam kemarahan publik atau justru langkah strategis untuk memperkuat kendali kekuasaan?

Gelombang demonstrasi dipicu oleh isu klasik: upah rendah, angka pengangguran yang tinggi, dan ketidakpuasan terhadap fasilitas mewah yang dinikmati anggota parlemen. Insiden tabrakan yang melibatkan kendaraan Brimob dan seorang pengemudi ojek online semakin memicu amarah publik. Kerusuhan yang terjadi mengakibatkan korban jiwa dan penangkapan massal, menjadi ujian berat bagi kepemimpinan Prabowo.

Sebagai respons, Prabowo menjanjikan tindakan tegas terhadap pelaku pelanggaran hukum, termasuk polisi yang terlibat dalam insiden tabrakan, serta meninjau ulang tunjangan perumahan anggota DPR. Keputusan mencopot lima menteri, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, semakin memperkuat kesan adanya perubahan signifikan dalam pemerintahan.

Para analis menilai perombakan ini sebagai upaya pengendalian kerusakan pasca-demonstrasi. Fokus Prabowo pada proyek-proyek sosial besar yang didanai dari pemotongan anggaran memicu kritik. Kebijakan-kebijakan unggulannya, seperti program makan gratis dan pembentukan dana kekayaan negara Danantara, menjadi sorotan. Menteri Keuangan baru, Purbaya Yudhi Sadewa, berjanji mengalirkan dana besar ke perekonomian untuk mendorong pertumbuhan dan meredakan ketegangan sosial.

Di sisi lain, perombakan kabinet juga dilihat sebagai momentum bagi Prabowo untuk mengkonsolidasikan kekuasaan. Pergantian pejabat yang dekat dengan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan figur-figur yang loyal kepadanya mengindikasikan upaya untuk menghapus pengaruh pemerintahan sebelumnya. Penunjukan Purbaya, yang dekat dengan Luhut Binsar Pandjaitan, penasihat ekonomi utama pemerintah, memperkuat interpretasi ini.

Meskipun meraih kemenangan besar dalam Pemilu dan mempertahankan tingkat kepuasan publik yang tinggi, Prabowo perlu mengatasi akar permasalahan yang memicu demonstrasi. Kesenjangan kekayaan yang semakin lebar dan isu pelemahan demokrasi menjadi tantangan utama. Tanpa kemauan politik dan tindakan nyata untuk mengatasi masalah-masalah ini, potensi munculnya gejolak sosial yang lebih besar akan terus menghantui.

Penempatan loyalis di posisi-posisi kunci diyakini sebagai strategi Prabowo untuk mengamankan keberlangsungan program-program unggulannya. Namun, efektivitas para pejabat baru dalam memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat masih menjadi pertanyaan besar. Kompetensi dan pengalaman mereka akan diuji dalam menghadapi tantangan ekonomi yang kompleks.

Beberapa pihak berpendapat bahwa Prabowo perlu meninjau ulang proyek-proyek sosialnya, mengingat kondisi upah yang stagnan dan meningkatnya pengangguran. Koreksi yang setengah hati hanya akan memperburuk persepsi ketidakadilan dan memicu tekanan sosial yang berkelanjutan.

Meskipun langkah-langkah rekonsiliasi dan seruan untuk tenang tampaknya berhasil meredakan situasi, tanpa mengatasi akar kemarahan publik, insiden provokatif lainnya dapat memicu protes yang lebih besar. Kondisi ini dapat menjadi "bom waktu" yang siap meledak jika akumulasi masalah tidak segera diatasi.

Scroll to Top