Bentrokan Maut Warnai Aksi Unjuk Rasa di London, Puluhan Polisi Terluka dan Ratusan Demonstran Diciduk

Aksi demonstrasi yang digelar di pusat kota London, Inggris, berujung ricuh dan menyebabkan puluhan petugas kepolisian terluka serta puluhan pengunjuk rasa ditangkap. Demonstrasi ini melibatkan dua kelompok dengan agenda yang saling bertentangan.

Bentrokan pecah antara pengunjuk rasa dengan aparat kepolisian saat aksi protes anti-imigrasi yang diorganisir oleh kelompok sayap kanan. Aksi yang bertajuk ‘Unite the Kingdom’ ini diinisiasi oleh aktivis politik sayap kanan, Tommy Robinson, dan diklaim diikuti oleh lebih dari seratus ribu orang.

Pihak Kepolisian Metropolitan London menyatakan bahwa serangan terjadi setelah para demonstran dari pawai ‘Unite the Kingdom’ menerobos zona penyangga yang sengaja dibuat untuk memisahkan mereka dari kelompok demonstran lainnya. Petugas kepolisian terpaksa turun tangan di sejumlah lokasi untuk menghentikan upaya para pengunjuk rasa ‘Unite the Kingdom’ yang berusaha menerobos barikade polisi atau mendekati kelompok oposisi. Akibatnya, sejumlah petugas mengalami luka-luka.

Asisten Komisaris Kepolisian Metropolitan, Matt Twist, mengecam keras serangan tersebut dan menyebutnya sebagai tindakan yang tidak dapat diterima. Wali Kota London, Sadiq Khan, juga menyampaikan bahwa ‘kekerasan dan serangan terhadap petugas polisi sama sekali tidak dapat dibenarkan’.

Demonstrasi kelompok sayap kanan ini merupakan puncak dari serangkaian peristiwa yang menimbulkan ketegangan di Inggris sepanjang musim panas ini, termasuk aksi protes di depan hotel-hotel yang menampung para migran. Para demonstran dari kelompok sayap kanan membawa bendera Union Jack, bendera Salib St George, bendera Amerika dan Israel, serta mengenakan topi ‘Make America Great Again’ (MAGA) milik mantan Presiden AS, Donald Trump.

Mereka meneriakkan slogan-slogan yang mengkritik Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, dan membawa berbagai plakat, termasuk beberapa yang bertuliskan ‘pulangkan mereka’. Sebagian demonstran bahkan membawa serta anak-anak.

Tommy Robinson menyampaikan pidato kepada para pendukungnya dan menyatakan bahwa demonstrasi ini adalah ‘percikan revolusi budaya di Britania Raya’ dan ‘momen’ bagi mereka untuk menunjukkan ‘gelombang patriotisme yang dahsyat’.

Miliarder asal AS, Elon Musk, turut memberikan dukungan kepada Robinson dan tokoh-tokoh sayap kanan lainnya melalui pidato yang disiarkan melalui video. Ia juga menyerukan pergantian pemerintahan di Inggris dan menyatakan bahwa publik Inggris takut untuk menggunakan kebebasan berbicara mereka.

Robinson, yang nama aslinya adalah Stephen Yaxley-Lennon, menggambarkan dirinya sebagai jurnalis yang mengungkap kesalahan negara. Partai politik anti-imigran terbesar di Inggris, Reform UK, diketahui menjaga jarak dari Robinson yang telah beberapa kali dihukum karena tindak pidana.

Sebelumnya, Robinson dibebaskan dari penjara pada awal tahun ini setelah dipenjara karena menghina pengadilan dengan mengulangi tuduhan palsu tentang seorang pengungsi Suriah.

Selain kelompok sayap kanan, sejumlah besar massa juga berkumpul untuk melakukan aksi protes balasan. Para politisi dari kubu sayap kiri, termasuk John McDonnell dan Diane Abbott, menyampaikan pidato dalam demonstrasi yang diperkirakan diikuti oleh ribuan orang.

Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan seperti ‘tak ada keadilan, tak ada perdamaian, tak ada fasis di jalanan kita’ dan ‘inilah gambaran masyarakat’. Orang-orang datang dari berbagai wilayah untuk menghadiri demonstrasi menentang kelompok sayap kanan tersebut.

Seorang peserta demonstrasi menyatakan kekhawatirannya tentang ‘narasi kebencian yang disebarkan oleh pihak lain’. Sementara yang lain menambahkan bahwa mereka datang untuk menunjukkan bahwa ‘London bukanlah kota fasis’.

Kepolisian mengerahkan lebih dari seribu enam ratus petugas di seluruh London saat demonstrasi terjadi, termasuk lima ratus petugas tambahan yang didatangkan dari kepolisian lain.

Selain mengawasi dua demonstrasi tersebut, kepolisian London juga disibukkan dengan pertandingan sepak bola dan konser-konser besar. Imigrasi telah menjadi isu politik yang dominan di Inggris, mengalahkan kekhawatiran atas ekonomi yang terpuruk, karena negara tersebut menghadapi rekor jumlah klaim suaka. Lebih dari dua puluh delapan ribu migran telah tiba dengan perahu-perahu kecil melintasi Selat Inggris sepanjang tahun ini.

Scroll to Top