Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan Peraturan OJK Nomor 19 Tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (POJK UMKM). Langkah ini diambil sebagai upaya nyata untuk mendorong pertumbuhan dan ketahanan ekonomi nasional melalui pemberdayaan UMKM.
POJK UMKM ini sejalan dengan agenda prioritas pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja, meratakan ekonomi, dan mengurangi kemiskinan. OJK berharap aturan ini dapat memfasilitasi UMKM mendapatkan akses kredit atau pembiayaan yang lebih mudah, cepat, terjangkau, dan inklusif dari bank dan Lembaga Keuangan Nonbank (LKNB), dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyampaikan bahwa POJK ini mendorong bank dan LKNB untuk berinovasi dalam menyediakan produk keuangan yang sesuai dengan kebutuhan beragam segmen UMKM, mulai dari usaha ultra mikro hingga menengah.
Data menunjukkan, hingga Juli 2025, kredit tumbuh 7,03% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 8.043,2 triliun. Kredit Investasi mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 12,42%, diikuti oleh Kredit Konsumsi (8,11%), dan Kredit Modal Kerja (3,08%). Kredit korporasi tumbuh 9,59%, sementara kredit UMKM tumbuh 1,82%. Sektor pertambangan, jasa, transportasi, komunikasi, listrik, gas, dan air mencatat pertumbuhan kredit dua digit.
POJK UMKM merupakan implementasi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). OJK berkomitmen mendukung program pemerintah dalam memperluas akses keuangan, mendorong inovasi pembiayaan digital, dan memastikan tata kelola yang baik dalam pembiayaan UMKM. Tujuannya adalah agar UMKM semakin berdaya saing dan berkontribusi signifikan pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Aturan ini mewajibkan bank dan LKNB untuk memberikan kemudahan akses pembiayaan melalui berbagai kebijakan, seperti:
- Penyederhanaan persyaratan dan penilaian kelayakan UMKM.
- Skema pembiayaan khusus sesuai karakteristik usaha, termasuk penerimaan jaminan berupa kekayaan intelektual.
- Percepatan proses bisnis, misalnya melalui penggunaan Pemeringkat Kredit Alternatif (PKA).
- Penetapan biaya pembiayaan yang wajar.
- Kemudahan lain yang diinisiasi oleh otoritas atau pemerintah.
POJK UMKM juga menekankan tata kelola dan manajemen risiko yang baik. Bank dan LKNB wajib menyusun rencana penyaluran pembiayaan kepada UMKM dan melaporkannya kepada OJK. Aturan ini juga mencakup:
- Kolaborasi dan kemitraan antarlembaga jasa keuangan.
- Pemanfaatan teknologi informasi untuk memperkuat ekosistem digital pembiayaan UMKM.
- Penegasan ketentuan hapus buku dan/atau hapus tagih dalam pembiayaan UMKM.
- Peningkatan literasi keuangan dan pelindungan konsumen bagi UMKM.
- Insentif bagi bank dan LKNB yang aktif memberikan kemudahan akses pembiayaan.
POJK UMKM ini telah diundangkan pada 2 September 2025 dan mulai berlaku dua bulan setelahnya. Aturan ini berlaku bagi bank umum, BPR (termasuk bank dan BPR Syariah), serta Lembaga Keuangan Nonbank konvensional maupun syariah, termasuk perusahaan pembiayaan, modal ventura, lembaga keuangan mikro, penyelenggara layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi (fintech lending), perusahaan pergadaian, dan LKNB lainnya.