Kabupaten Ponorogo mencatatkan peningkatan kasus HIV yang mengkhawatirkan. Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat melaporkan 114 kasus baru HIV terdeteksi sejak Januari hingga Agustus 2025. Temuan ini merupakan hasil dari program skrining kesehatan yang menyasar kelompok masyarakat dengan risiko tinggi tertular virus tersebut.
Anik Setyarini, perwakilan dari Dinkes Ponorogo, menjelaskan bahwa penyebab penularan HIV bervariasi, salah satunya melalui hubungan seks sesama jenis (LSL). Program skrining HIV tahun ini menargetkan 14.888 individu, dan hingga bulan Agustus, lebih dari 7.800 orang telah berpartisipasi dalam tes tersebut.
Data menunjukkan bahwa pelanggan seks menempati urutan tertinggi dengan 25 kasus, diikuti oleh pekerja seks komersial (PSK) sebanyak 23 kasus, dan kelompok LSL dengan 13 kasus. Yang lebih memprihatinkan, kasus HIV juga ditemukan pada kelompok usia muda, termasuk satu pelajar berusia 15–19 tahun dan tiga orang berusia 20–25 tahun. Selebihnya didominasi oleh individu berusia produktif di atas 25 tahun.
Dinkes Ponorogo juga mencatat adanya lima calon pengantin yang positif HIV serta empat kasus yang berasal dari pasangan orang dengan HIV (ODHIV). Selain itu, terdapat juga dua ibu hamil (bumil), 20 pasien tuberkulosis dengan HIV (TB-HIV), satu kasus akibat infeksi menular seksual (IMS), dan satu warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang terinfeksi HIV.
Menurut Dinkes, penemuan kasus baru HIV setiap tahunnya dipicu oleh perilaku berisiko dan hubungan seksual yang menyimpang di masyarakat. Untuk mengatasi hal ini, Dinkes Ponorogo secara rutin melakukan skrining wajib terhadap populasi kunci, seperti ibu hamil, calon pengantin, warga binaan pemasyarakatan, dan pekerja seks komersial.
Tujuan utama dari deteksi dini kasus HIV adalah untuk memberikan pengobatan sesegera mungkin dan mencegah penularan lebih lanjut. Dengan penanganan yang cepat, risiko penyebaran virus dapat ditekan secara signifikan.