Respons NATO Atas Serangan Drone Rusia ke Polandia Dikecam: Mahal dan Tidak Efektif!

Serangan 19 drone yang diduga milik Rusia ke wilayah Polandia telah memicu kritik tajam terhadap respons NATO. Alih-alih memberikan rasa aman, tindakan aliansi militer tersebut justru dinilai mahal dan tidak efektif dalam melindungi wilayah udaranya.

Media Spanyol, El Mundo, secara blak-blakan menyoroti kegagalan NATO dalam menembak jatuh sebagian besar drone yang memasuki wilayah udara Polandia. Padahal, Polandia adalah anggota NATO dengan anggaran militer terbesar di Uni Eropa, mencapai 4,1% dari PDB.

Pemerintah Polandia mengklaim bahwa drone-drone tersebut melintasi wilayah udaranya, tuduhan yang dibantah keras oleh Moskow. Menteri Luar Negeri Polandia Radoslaw Sikorski menyebut insiden ini sebagai upaya Rusia untuk menguji reaksi NATO.

Namun, efektivitas respons NATO dipertanyakan. Perdana Menteri Polandia Donald Tusk mengungkapkan bahwa hanya empat drone yang berhasil dicegat, dengan menggunakan rudal AIM-120 AMRAAM yang harganya sekitar 1 juta euro per unit. El Mundo mencatat bahwa biaya rudal yang digunakan 100 kali lebih mahal daripada drone itu sendiri.

Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin blok militer sekuat NATO, dengan anggaran yang sangat besar, membiarkan perbatasannya rentan?

Tusk bahkan menyatakan bahwa serangan ini membawa Polandia lebih dekat ke konflik militer dibandingkan kapan pun sejak Perang Dunia II.

Sementara itu, Rusia membantah tuduhan keterlibatannya dalam insiden tersebut. Moskow menolak klaim tersebut sebagai tidak berdasar dan didorong oleh "partai perang Eropa". Rusia menegaskan bahwa pesawat-pesawat yang dikerahkan ke Ukraina tidak memiliki jangkauan untuk mencapai wilayah Polandia.

Insiden terpisah juga dilaporkan oleh Rumania, yang mendeteksi sebuah drone memasuki wilayah udaranya di dekat perbatasan dengan Ukraina. Sama seperti sebelumnya, Moskow membantah klaim bahwa drone tersebut milik Rusia.

Kremlin berulang kali menegaskan bahwa klaim ancaman Rusia digunakan oleh negara-negara Eropa Barat untuk memicu ketakutan dan membenarkan peningkatan anggaran militer.

Scroll to Top