Kebijakan Menteri Keuangan yang mengalihkan dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke Himpunan Bank Negara (Himbara) menuai kritik tajam. Dana tersebut dialokasikan ke Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN, dan BSI. Seorang Komisaris Independen dari salah satu bank BUMN menilai langkah ini berpotensi melanggar konstitusi serta sejumlah undang-undang yang berlaku.
Menurutnya, pengalihan anggaran negara secara spontan ke perbankan untuk kemudian disalurkan sebagai kredit kepada perusahaan, industri, atau individu, melanggar prosedur yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara dan Undang-Undang APBN, yang berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945.
Proses penyusunan, penetapan, dan alokasi APBN diatur secara ketat melalui UUD 1945 Pasal 23, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan UU APBN setiap tahunnya. Aturan-aturan ini merupakan prosedur resmi dan prinsip-prinsip ketatanegaraan yang wajib dipatuhi. Anggaran negara merupakan ranah publik, bukan anggaran privat atau perusahaan.
Pihaknya menekankan pentingnya menjalankan proses kebijakan sesuai aturan yang berlaku. Jika tidak, hal ini dapat menciptakan preseden buruk di mana anggaran publik digunakan secara sembarangan, berdasarkan keinginan pribadi pejabat.
Alokasi anggaran negara tidak dapat dilakukan hanya atas perintah menteri atau bahkan presiden. Para pejabat negara harus tunduk pada aturan dan melaksanakan kebijakan sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang berasal dari kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Tidak boleh ada program yang tiba-tiba muncul tanpa perencanaan yang matang.
Program-program yang disusun secara teratur tercantum dalam nota keuangan yang secara resmi diajukan pemerintah kepada DPR. Karena anggaran negara adalah ranah publik, proses politik melalui legislasi harus dijalankan bersama oleh DPR, melalui pembahasan di setiap komisi dengan menteri-menteri dan badan anggaran.
Setiap program yang menjalankan anggaran negara tanpa melalui proses legislasi merupakan pelanggaran terhadap konstitusi. Kebijakan yang memanfaatkan anggaran tanpa proses legislasi hanya mencerminkan keinginan individu pejabat dan terindikasi melanggar konstitusi serta undang-undang negara.
Setiap rupiah dari anggaran negara harus dibahas bersama DPR, berdasarkan asumsi yang disepakati komisi-komisi yang membahas alokasi K/L, dan Badan Anggaran merumuskan hasil akhir pembahasan tersebut untuk kemudian disetujui DPR dalam sidang paripurna.
Setelah melewati proses legislasi tersebut, anggaran negara baru dapat dialokasikan untuk dilaksanakan di sektor-sektor oleh kementerian/lembaga dan di daerah oleh pemda. Inilah proses yang sah dari program pemerintah yang melibatkan alokasi anggaran negara, bukan melalui keputusan menteri atau SK gubernur.