Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, baru-baru ini memberikan teguran kepada seorang siswi SMA dan ibunya terkait permintaan acara perpisahan sekolah yang dinilai memberatkan secara finansial. Kejadian ini berlangsung saat Dedi bertemu dengan warga Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi, yang terdampak penggusuran rumah di bantaran Kali Cikarang Bekasi Laut.
Dalam pertemuan itu, siswi yang baru lulus SMA tersebut menyampaikan keinginannya agar sekolah tetap mengadakan acara perpisahan, meskipun dengan biaya yang lebih terjangkau agar semua murid dapat merasakan momen tersebut.
Dedi Mulyadi mengingatkan bahwa selama ini acara perpisahan sekolah seringkali menjadi beban bagi orang tua, bahkan sampai berhutang. Siswi itu mengakui bahwa biaya perpisahan memang memberatkan keluarganya, namun tetap merasa acara itu penting.
Saat ditanya mengenai rincian biaya perpisahan saat SMP, siswi itu menyebut angka sekitar Rp1 juta. Padahal, ibu siswi tersebut mengaku hanya seorang ibu rumah tangga, sementara ayahnya berjualan botol kaca untuk bensin eceran. Meski kondisi ekonomi pas-pasan, sang ibu rela mengeluarkan uang demi perpisahan agar anaknya memiliki kenangan bersama teman-temannya, bahkan lebih memilih menghabiskan uang untuk itu daripada menabung untuk membeli rumah.
Mendengar jawaban itu, Dedi Mulyadi menyindir pilihan hidup keluarga tersebut. Ia mengingatkan bahwa sebagai orang tua, seharusnya mereka memprioritaskan kebutuhan dasar seperti tempat tinggal yang layak, ketimbang membiayai gaya hidup.
Dedi Mulyadi memang dikenal menentang pelaksanaan perpisahan dan study tour di SMA/SMK se-Jawa Barat, karena dinilai membebani orang tua siswa. Bahkan, ia pernah mencopot seorang kepala sekolah yang bersikeras mengadakan study tour ke luar provinsi.