Klub asal Brussel, Union Saint-Gilloise, siap mencatatkan sejarah dengan tampil perdana di panggung utama Liga Champions musim ini. Tim yang dikenal dengan dukungan suporter berhaluan kiri ini akan menjajal kekuatan PSV Eindhoven di Philips Stadium.
Musim lalu, Union Saint-Gilloise tampil gemilang dengan menjuarai Liga Belgia, mengungguli Club Brugge dalam babak playoff. Lebih dari sekadar sepak bola, klub ini dikenal karena nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh para pendukungnya.
Suporter Union Saint-Gilloise didominasi oleh para pekerja imigran di Brussel. Berdiri di lingkungan kelas pekerja, klub ini tumbuh dengan semangat perlawanan yang kuat. Mereka dikenal karena kampanye anti-fasis dan anti-rasis yang kerap mereka suarakan di stadion.
Slogan "Anti-fascist Unionist for Life" atau "Berserikat dan Anti-Fasis Seumur Hidup" menjadi identitas yang melekat bagi para pendukung. Slogan ini bahkan sempat menuai kontroversi dengan pihak kepolisian Brussel pada tahun 2020, yang sempat melarang pengibaran spanduk dengan tulisan tersebut.
Namun, larangan itu justru menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk warga dan pejabat setempat. Mereka berpendapat bahwa Union Saint-Gilloise menjadi contoh bagi klub lain dalam menjunjung tinggi toleransi. Tindakan rasis seperti yang dialami Romelu Lukaku di Italia, tidak akan pernah terjadi di Union Saint-Gilloise.
Joseph Marien Stadium, kandang Union Saint-Gilloise yang berkapasitas sekitar 9.000 penonton, selalu menjadi tempat yang inklusif. Stadion yang dibangun pada tahun 1919 ini memiliki arsitektur artistik dan nilai sejarah yang tinggi.
Meski demikian, karena standar UEFA, Union Saint-Gilloise kerap bermain di Antwerp atau kota lain. Namun, nilai-nilai yang dipegang teguh oleh para suporter tetap sama: menolak ideologi fasis, dimulai dari tribun stadion. Semangat inilah yang akan mereka bawa ke panggung Liga Champions.