Israel Terisolasi Ekonomi Akibat Agresi di Gaza, Netanyahu Akhirnya Mengakui

Jakarta – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, untuk pertama kalinya mengakui dampak ekonomi yang signifikan akibat konflik di Jalur Gaza, Palestina. Pernyataan ini menandai perubahan sikap setelah berbulan-bulan agresi yang dikecam secara internasional.

Dalam forum Kementerian Keuangan di Yerusalem, Netanyahu mengungkapkan kekhawatirannya tentang kondisi ekonomi Israel yang memburuk. Ia menuding embargo dari negara-negara Barat serta propaganda daring yang digencarkan oleh Qatar dan China sebagai faktor utama penyebab isolasi ekonomi ini.

"Israel menghadapi isolasi yang nyata. Kita perlu segera beradaptasi dengan ekonomi yang mandiri," kata Netanyahu.

Istilah "kemandirian" ini, yang diartikan sebagai keterputusan dari perdagangan global, diakui Netanyahu sebagai sesuatu yang tidak diinginkannya. Namun, ia menekankan perlunya Israel beradaptasi dengan situasi ini, terutama dalam mengembangkan industri persenjataan dalam negeri.

"Saya percaya pada pasar bebas, tetapi kita mungkin berada dalam situasi di mana industri senjata kita terhambat. Kita harus mengembangkan kemampuan produksi persenjataan sendiri, selain riset dan pengembangan," ujarnya.

Semakin banyak negara, termasuk sekutu Israel di Eropa, mulai mengambil jarak, mengecam tindakan Israel, dan bahkan menjatuhkan sanksi atas aksi kekerasan di Palestina.

Beberapa negara Barat, seperti Inggris, Spanyol, dan Kanada, telah menghentikan ekspor senjata ke Israel dalam beberapa bulan terakhir sebagai respons terhadap agresi berkelanjutan di Jalur Gaza.

Jumlah korban jiwa di Gaza sejak Oktober 2023 telah mendekati 65.000 orang, sebagian besar adalah anak-anak, perempuan, dan mereka yang kekurangan gizi.

Prancis, Inggris, Kanada, Malta, Portugal, Australia, dan Belgia telah mengumumkan niat mereka untuk mengakui kemerdekaan Palestina dalam Sidang Majelis Umum PBB pada bulan September ini.

Beberapa negara juga memberlakukan sanksi yang lebih ketat terhadap Israel karena penolakannya untuk menghentikan konflik.

Netanyahu berpendapat bahwa perubahan sikap negara-negara ini disebabkan oleh perubahan demografi akibat migrasi Muslim dari negara-negara mayoritas Islam. Ia juga menyoroti pengaruh aktor anti-Israel di platform digital sebagai faktor yang berkontribusi.

Scroll to Top