Tiga mahasiswa Teknik Elektro ITB menciptakan GripMate, sebuah alat bantu genggam portabel yang dirancang khusus untuk pasien pasca-stroke yang mengalami hemiparesis atau kelemahan otot lengan. Inovasi ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup para penderita.
Hemiparesis, kondisi melemahnya satu sisi tubuh setelah stroke, seringkali menghambat kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Mereka mungkin mengalami kesulitan menggenggam benda, yang disebabkan oleh gangguan sinyal saraf dari otak ke otot.
Berangkat dari permasalahan ini, Petrus Nicolas Manurung, Rafa Mayla Aini, dan Dimas Ridhwana Shalsareza mengembangkan GripMate. Ide ini muncul dari pengalaman pribadi Petrus, yang melihat kesulitan gurunya dalam memegang alat tulis setelah terkena hemiparesis.
GripMate didesain ringan dan mudah digunakan di rumah tanpa bantuan dokter atau terapis. Meskipun beratnya hanya 500 gram dan daya tahan baterainya 90 menit, alat ini mampu membantu pengguna menggenggam benda hingga seberat 1 kilogram, seperti botol minum.
Cara kerja GripMate cukup canggih. Alat ini terdiri dari lima komponen utama: mekanisme tangan, sensor Force Myography (FMG), sistem manajemen daya, unit kontrol, dan motor. Sensor FMG membaca kontraksi otot lengan pengguna dan mengirimkan sinyal ke unit kontrol. Sinyal ini kemudian diteruskan ke motor yang menarik kabel, sehingga menggerakkan mekanisme tangan untuk membentuk gerakan menggenggam.
Sebelum digunakan, sensor FMG perlu dikalibrasi agar dapat membaca kontraksi otot pengguna secara akurat, sehingga menghasilkan kekuatan genggaman yang sesuai.
Meskipun produk sejenis sudah ada, GripMate diharapkan dapat menjadi solusi yang lebih terjangkau. Tim pengembang berharap GripMate dapat diproduksi secara massal dengan harga yang lebih ekonomis, sehingga dapat menjangkau lebih banyak pasien di Indonesia. Dengan demikian, lebih banyak penderita hemiparesis yang dapat terbantu dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
