Busan International Film Festival ke-30 Resmi Dibuka, Enam Film Indonesia Unjuk Gigi!

Festival film bergengsi di Asia, Busan International Film Festival (BIFF) memasuki usia ke-30 dan resmi dibuka pada Rabu. Perayaan sinema akbar ini akan berlangsung selama sepuluh hari, dari tanggal 17 hingga 26 September 2025, di Busan, Korea Selatan.

Tahun ini, BIFF akan memanjakan penonton dengan 241 film dari 64 negara. Selain itu, 87 film akan diputar melalui program komunitas. Film "No Other Choice" karya Park Chan-wook, yang sebelumnya meraih "International People’s Choice Award" di Toronto International Film Festival (TIFF) ke-50, akan menjadi pembuka BIFF 2025.

Kabar membanggakan datang dari Indonesia, dengan enam film karya sineas tanah air yang turut meramaikan festival film terbesar di Asia ini. Beberapa di antaranya bahkan akan melakukan penayangan perdana (world premiere) di BIFF 2025.

Dalam rangka merayakan tiga dekade perjalanannya, BIFF meluncurkan segmen kompetisi resmi perdana bertajuk "Busan Awards". Penghargaan ini akan diberikan kepada 14 film dari negara-negara Asia yang masuk nominasi.

Busan Awards akan terbagi dalam lima kategori, yaitu Penghargaan Film Terbaik, Penghargaan Sutradara Terbaik, Penghargaan Aktor/Aktris Terbaik, Penghargaan Khusus Dewan Juri, dan Penghargaan Kontribusi Artistik.

Segmen kompetisi baru ini merupakan wujud komitmen BIFF untuk menemukan dan mempromosikan film-film Asia yang luar biasa, serta menawarkan "perspektif baru tentang sinema Asia melalui lensa Asia".

Berikut adalah daftar enam film Indonesia yang akan tayang di BIFF 2025:

  1. Rangga & Cinta: Remake dari film legendaris "Ada Apa dengan Cinta?" (2002) yang dikemas dalam format drama musikal. Dibintangi oleh Leya Princy sebagai Cinta dan El Putra Sarira sebagai Rangga. Film ini mengambil latar tahun 2001, mengisahkan kisah cinta remaja yang penuh dinamika. Setelah tayang perdana di Busan, film ini akan tayang di bioskop Indonesia mulai 2 Oktober 2025.

  2. The Fox King: Film hasil kolaborasi produksi antara Malaysia dan Indonesia, disutradarai oleh Woo Ming Jin. Dibintangi oleh Dian Sastrowardoyo, Idan Aedan, dan Hadi Putra. Film ini berkisah tentang perjalanan masa remaja Ali dan Amir setelah kehilangan ibu mereka dan ditinggalkan oleh ayah mereka.

  3. Esok Tanpa Ibu (Mothernet): Film yang disutradarai oleh sutradara Malaysia yang berbasis di Taiwan, Wi Ding Ho. Dibintangi oleh Dian Sastrowardoyo, Ringgo Agus, dan Ali Fikry. Film ini menceritakan tentang Rama, seorang remaja yang harus menghadapi kenyataan pahit setelah ibunya koma akibat kecelakaan tragis.

  4. Pangku: Debut penyutradaraan dari aktor Reza Rahardian. Film ini mengisahkan tentang perjuangan hidup Sartika (Claresta Taufan), seorang ibu yang dihadapkan pada keterbatasan pilihan. Terinspirasi dari fenomena kopi pangku yang terjadi di beberapa daerah.

  5. Sekat-Sekat (Throughout These Cages): Film pendek tugas akhir mahasiswa Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta (FFTV IKJ). Disutradarai oleh Aaron Pratama, film ini mengisahkan tentang ibu dan anak yang tinggal berdua setelah kematian sang ayah.

  6. Badarawuhi di Desa Penari: Prequel dari film KKN di Desa Penari. Disutradarai oleh Kimo Stamboel dan dibintangi oleh Aulia Sarah, Maudy Effrosina, hingga Jourdy Pranata. Film ini berfokus pada karakter Badarawuhi dengan latar waktu tahun 1980.

Scroll to Top