Jakarta, CNBC Indonesia – Mayoritas mata uang di kawasan Asia tertekan terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Kamis (18 September 2025). Sentimen ini dipicu oleh keputusan terbaru Bank Sentral AS (The Fed) yang baru saja menurunkan suku bunga acuannya untuk pertama kalinya di tahun ini.
Data Refinitiv menunjukkan, pukul 09.20 WIB, Peso Filipina menjadi mata uang yang mengalami penurunan terdalam di Asia. Sebaliknya, Baht Thailand justru menjadi mata uang dengan performa terbaik di hadapan Dolar AS.
Peso Filipina memimpin pelemahan dengan penurunan sebesar 0,63% menjadi PHP 57,041 per Dolar AS. Rupiah menyusul di posisi kedua dengan penurunan sebesar 0,32% ke level Rp16.477 per Dolar AS.
Won Korea juga melemah sebesar 0,19% di level KRW 1383,04 per Dolar AS, diikuti Ringgit Malaysia yang turun 0,14% di level MYR 4,193 per Dolar AS. Rupee India dan Dong Vietnam juga terkoreksi masing-masing sebesar 0,12% dan 0,10%.
Namun, tren berbeda ditunjukkan oleh Baht Thailand dan Dolar Taiwan yang justru berhasil menguat terhadap Dolar AS. Baht Thailand menguat 0,13% menjadi THB 31,77 per Dolar AS, sementara Dolar Taiwan naik 0,12% ke posisi TWD 30,052 per Dolar AS.
Melemahnya sebagian besar mata uang Asia sejalan dengan penguatan Indeks Dolar AS (DXY) yang terus berlanjut sejak penutupan perdagangan kemarin, Rabu (17 September 2025). Pada pukul 09.20 WIB, DXY tercatat menguat 0,18% di level 97,046.
Penguatan Dolar AS terjadi setelah sempat tertekan akibat keputusan The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin. Reaksi pasar awalnya menilai langkah ini akan menekan Dolar AS lebih dalam, namun pernyataan hawkish dari Ketua The Fed Jerome Powell justru membalikkan sentimen tersebut.
Powell menegaskan bahwa kenaikan harga barang telah menekan inflasi dan diperkirakan akan terus berlanjut hingga tahun depan, sehingga ruang untuk pemangkasan suku bunga selanjutnya menjadi terbatas.
Selain itu, proyeksi terbaru dari The Fed juga memberikan sinyal penguatan bagi Dolar AS. Bank sentral tersebut menaikkan perkiraan pertumbuhan ekonomi AS untuk tahun 2025 menjadi 1,6% dari 1,4% sebelumnya, sementara inflasi inti tetap tinggi di 3,1%, jauh di atas target 2%. Hal ini memicu persepsi bahwa meskipun The Fed telah memangkas suku bunga, kebijakan moneter mereka masih cenderung berhati-hati terhadap inflasi.