RUU Perampasan Aset: Pemerintah Ingin Pemulihan Aset Tanpa Putusan Pengadilan

Jakarta – Pemerintah berencana untuk memasukkan mekanisme pemulihan aset tanpa melalui proses pengadilan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Eddy Hiariej, menekankan perlunya pengaturan mengenai non-conviction based asset forfeiture (NCBAF) dalam RUU tersebut.

Saat ini, sistem hukum di Indonesia hanya mengenal pemulihan aset melalui putusan pengadilan atau conviction-based asset forfeiture (CBAF). Eddy Hiariej berpendapat bahwa RUU Perampasan Aset harus memperluas cakupan dengan memasukkan NCBAF. Ia menegaskan bahwa NCBAF bukan bagian dari hukum acara pidana maupun perdata.

Dalam rapat penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di Badan Legislasi (Baleg) DPR, Eddy menyatakan dukungannya terhadap pembahasan RUU Perampasan Aset pada tahun 2025. Ia mengakui pentingnya masukan dari berbagai pihak agar RUU ini dapat diimplementasikan secara efektif.

Lebih lanjut, Eddy Hiariej menolak penggunaan istilah "perampasan aset" dalam RUU tersebut. Menurutnya, istilah yang tepat adalah "pemulihan aset" (asset recovery), yang memiliki makna lebih luas. Ia menjelaskan bahwa perampasan aset hanya merupakan bagian kecil dari keseluruhan proses pemulihan aset. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukannya, Eddy menyebutkan ada tujuh langkah dalam proses pemulihan aset yang kompleks.

DPR RI dan pemerintah telah sepakat untuk mempercepat pembahasan RUU Perampasan Aset pada tahun 2025. DPR berencana untuk memasukkan RUU ini dalam Prolegnas Prioritas 2025. RUU Perampasan Aset sendiri telah masuk dalam Prolegnas jangka menengah 2024-2029. Ketua Baleg DPR, Bob Hasan, menargetkan penyelesaian RUU ini dengan partisipasi aktif dari berbagai pihak.

Scroll to Top