Bank Sentral AS (The Fed) baru saja mengambil langkah penting dengan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin, menjadi 4,00 – 4,25%. Ini adalah penurunan pertama tahun ini, sebuah langkah yang dinanti banyak pihak. Namun, kejutan muncul karena The Fed memberikan sinyal yang lebih hati-hati (hawkish) untuk tahun 2026, membuat pasar sedikit bingung.
Sinyal untuk 2025: Suku Bunga Tinggi Segera Berakhir?
Meskipun baru saja memangkas suku bunga, The Fed mengisyaratkan kemungkinan pemotongan lanjutan hingga Desember 2025. Proyeksi terbaru menunjukkan perubahan strategi (pivot), mengindikasikan era suku bunga tinggi akan segera berakhir. Pasar melihat potensi penurunan suku bunga sebesar 30 bps hingga akhir tahun 2025.
2026: Sikap Hawkish Muncul
Berbeda dengan proyeksi untuk 2025, The Fed menunjukkan sikap yang lebih hawkish untuk tahun 2026. Proyeksi "dot plot" menempatkan suku bunga lebih tinggi untuk tahun tersebut, meskipun baru saja ada pemangkasan. Pasar memperkirakan tiga kali pemangkasan di 2026, sementara "dot plot" The Fed hanya menunjukkan satu. Untuk 2027, diperkirakan hanya ada satu pemangkasan lagi, mendekati tingkat netral jangka panjang sebesar 3%.
Pemangkasan ‘Manajemen Risiko’
Ketua The Fed, Jerome Powell, menyebut pemangkasan ini sebagai langkah "manajemen risiko." Ini adalah upaya preventif, berjaga-jaga jika ekonomi melambat signifikan, bukan karena kondisi ekonomi yang sudah memburuk. Powell ingin menekankan bahwa ini bukan awal dari siklus penurunan suku bunga yang panjang.
Reaksi Pasar: Campur Aduk
Saham AS ditutup dengan hasil beragam setelah pengumuman tersebut. Dow Jones naik, sementara S&P 500 dan Nasdaq mengalami sedikit penurunan. Indeks dolar awalnya melemah, tetapi kemudian berbalik menguat. Secara historis, dolar cenderung melemah setelah pemangkasan suku bunga The Fed, namun kali ini berbeda.
Pasar saham Asia-Pasifik juga menunjukkan pergerakan yang beragam. Nikkei Jepang dan Kospi Korea Selatan naik, sementara ASX/S&P 200 Australia melemah.
Mata Uang Asia Tertekan
Mayoritas mata uang Asia mengalami tekanan terhadap dolar AS. Peso Filipina menjadi yang terlemah, diikuti oleh rupiah Indonesia. Hanya baht Thailand yang mampu melawan tren pelemahan ini.
Ekonomi AS: Masih Tahan Banting
The Fed menaikkan sedikit proyeksi pertumbuhan ekonomi AS untuk 2025 menjadi 1,6%. Ekonomi AS dinilai masih kuat, dengan pertumbuhan ekonomi dan konsumsi rumah tangga yang solid, serta pasar tenaga kerja yang ketat. Kondisi ini memberikan ruang bagi The Fed untuk menahan suku bunga lebih lama.
The Fed tampaknya yakin bahwa ekonomi AS akan mengalami soft landing, terhindar dari dampak buruk ancaman tarif dan geopolitik. Inflasi diperkirakan tetap stabil, namun pemangkasan suku bunga terlalu cepat berisiko memicu kenaikan inflasi di atas target 2%.