Jakarta – Presiden Lebanon, Joseph Aoun, mengutuk keras serangan udara Israel yang menghantam Beirut, ibu kota Lebanon. Aoun menyerukan kepada Amerika Serikat untuk menekan Israel agar segera menghentikan agresi militernya.
"Tindakan Israel mengganggu kestabilan Lebanon, meningkatkan eskalasi ketegangan, dan menghadirkan ancaman serius bagi keamanan regional," tegas Aoun, menyoroti dampak berbahaya dari serangan tersebut.
Kecaman ini muncul setelah Israel melancarkan serangan di wilayah selatan Beirut, didahului dengan peringatan evakuasi. Asap tebal membubung tinggi di lokasi kejadian pasca serangan yang terjadi pada hari Minggu (27/4).
Sebagai penjamin kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Lebanon yang disepakati November lalu, Amerika Serikat diharapkan untuk menggunakan pengaruhnya dan mendesak Israel untuk menghentikan serangan.
Israel dituding telah berulang kali melanggar perjanjian gencatan senjata tersebut dalam beberapa bulan terakhir, dengan melancarkan serangan terhadap ibu kota dan wilayah selatan Lebanon.
Pihak Israel mengklaim bahwa serangan di Beirut bertujuan untuk menghancurkan "infrastruktur penyimpanan rudal presisi" milik milisi Hizbullah. Namun, tuduhan ini tidak disertai dengan bukti yang kuat.
Menurut analisis seorang pensiunan jenderal Lebanon, Elias Hanna, serangan Israel ke Beirut mungkin merupakan upaya pengumpulan informasi intelijen terkait Hizbullah. Operasi semacam ini, menurut Hanna, dikenal sebagai "pinging the system."
"Jika Anda memiliki informasi tentang individu atau fasilitas tertentu, Anda mengirimkan sinyal peringatan, dan mengamati bagaimana para pejabat atau pemimpin ini merespons. Apakah mereka akan berpindah lokasi atau tidak," jelas Hanna.
Selama konflik yang berlangsung dalam setahun terakhir, pesawat tanpa awak dan jet tempur Israel secara rutin menggempur wilayah selatan Beirut, yang merupakan basis pengaruh dan dukungan yang kuat bagi Hizbullah.
Israel dilaporkan telah menewaskan beberapa tokoh senior Hizbullah di wilayah tersebut, termasuk Sekretaris Jenderal Hassan Nasrallah.