Hizbullah mengisyaratkan keinginan untuk memperbaiki hubungan dengan Arab Saudi, menyerukan pembukaan lembaran baru antara kedua pihak. Ajakan ini disampaikan di tengah meningkatnya ketegangan regional pasca serangan udara Israel yang semakin intensif.
Naim Qassem, wakil pemimpin Hizbullah, dalam pidatonya yang disiarkan televisi, menyatakan kesiapan kelompoknya untuk berdialog dengan Riyadh "dari posisi yang kuat." Pidato ini disampaikan untuk memperingati satu tahun wafatnya komandan senior Hizbullah, Ibrahim Aqil, dan anggota unit elit Radwan.
Qassem menggarisbawahi tiga prinsip utama untuk berinteraksi dengan Arab Saudi: menyelesaikan perbedaan, mengakui Israel sebagai musuh bersama, dan mengesampingkan perselisihan masa lalu demi fokus menghadapi agresi Israel.
Ia juga memperingatkan bahwa Timur Tengah berada di ambang "titik balik berbahaya," merujuk pada serangan Israel terhadap tokoh Hamas di Doha. Qassem mengklaim bahwa ambisi Israel meluas hingga Yordania, Mesir, Suriah, Irak, Arab Saudi, Yaman, dan Iran, tidak hanya terbatas pada Palestina dan Lebanon.
"Senjata Hizbullah hanya ditujukan kepada Israel, bukan Arab Saudi," tegas Qassem, menekankan bahwa menekan perlawanan hanya akan menguntungkan Israel.
Ia juga mendesak para pesaing politik di Lebanon untuk tidak mengikuti kepentingan Israel, menyerukan persatuan nasional untuk menghadapi Israel, mempercepat rekonstruksi, memberantas korupsi, dan mendorong reformasi. Qassem menegaskan kembali posisi Hizbullah yang menolak pelucutan senjata.
Pernyataan ini muncul di tengah tekanan internasional yang semakin kuat untuk membubarkan kelompok-kelompok bersenjata. Rencana Kabinet yang disetujui sebelumnya menargetkan penempatan seluruh senjata di bawah kendali negara pada akhir tahun 2025, namun Hizbullah menolak pelucutan senjata sampai Israel mundur dan rekonstruksi dimulai.