Kasus Korupsi Kuota Haji: KPK Telusuri ‘Uang Percepatan’ dan Buru Juru Simpan Dana Haram

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami dugaan praktik korupsi terkait kuota haji tahun 2023-2024 di Kementerian Agama (Kemenag). Fokus utama penyidikan adalah dugaan adanya permintaan "uang percepatan" oleh oknum Kemenag kepada agen travel haji.

Modusnya, oknum tersebut menawarkan para agen travel agar jemaah mereka dapat berangkat haji di tahun yang sama, memanfaatkan kuota haji khusus tambahan. Padahal, faktanya, antrean haji khusus pun masih berlangsung selama beberapa tahun.

Ustaz Khalid Basalamah menjadi salah satu pihak yang menerima tawaran tersebut. Dengan membayar sejumlah uang yang disebut "uang percepatan", jemaah Khalid berhasil berangkat haji di tahun yang sama. KPK menyebutkan, nilai "uang percepatan" bervariasi, dimulai dari USD 2.400 per jemaah.

Menurut KPK, permintaan "uang percepatan" ini dilakukan secara berjenjang, dimulai dari oknum Kemenag ke pihak travel. Travel haji pun diduga mengambil keuntungan tambahan dengan menaikkan nilai yang diminta dari jemaah.

Menariknya, usai musim haji 2024 dan setelah adanya pansus haji di DPR, oknum Kemenag tersebut mengembalikan "uang percepatan" kepada Ustaz Khalid karena merasa khawatir. Uang yang dikembalikan ini kemudian disita oleh KPK sebagai barang bukti.

Selain menelusuri praktik "uang percepatan", KPK juga meyakini adanya sosok "juru simpan" yang menampung dana hasil korupsi kuota haji ini. Saat ini, KPK tengah berupaya keras untuk mengidentifikasi dan menangkap sosok tersebut. Pencarian "juru simpan" ini menjadi alasan utama KPK belum menetapkan tersangka dalam kasus ini.

KPK bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak aliran dana dalam kasus ini. KPK berjanji akan segera mengumumkan tersangka kasus dugaan korupsi kuota haji setelah seluruh bukti terkumpul.

Kasus ini bermula ketika Indonesia mendapatkan tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu. Kemudian, kuota tambahan tersebut dibagi 50:50 untuk haji reguler dan haji khusus. KPK menduga, pembagian kuota tambahan ini tidak sesuai dengan undang-undang, di mana kuota haji khusus seharusnya 8 persen dari total kuota nasional.

Akibat perubahan jumlah kuota haji reguler menjadi khusus, negara diduga mengalami kerugian mencapai lebih dari Rp 1 triliun. KPK terus mendalami kasus ini untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dan memulihkan kerugian negara.

Scroll to Top