Gelombang Penutupan Bisnis Kuliner Mengguncang Singapura: Apa yang Terjadi?

Singapura, yang dikenal sebagai surga kuliner, tengah menghadapi realitas pahit. Lebih dari 3.000 bisnis makanan dan minuman (F&B) terpaksa gulung tikar sepanjang tahun lalu, sebuah angka yang mencengangkan. Ini berarti sekitar 250 restoran menutup pintunya setiap bulan, laju penutupan tertinggi dalam hampir dua dekade.

Ironisnya, beberapa restoran yang tutup adalah ikon kuliner yang telah lama menjadi bagian dari lanskap kuliner Singapura. Ka-Soh, restoran Kanton berusia 86 tahun yang dicintai banyak orang, terpaksa menyajikan hidangan terakhirnya. Pemilik generasi ketiga, Cedric Tang, mengungkapkan perasaannya dengan satu kata: "Kalah." Meskipun telah bekerja keras selama bertahun-tahun, mereka merasa sudah tidak sanggup lagi. Meningkatkan harga bukanlah pilihan, karena mereka ingin mempertahankan esensi ‘terjangkau’ bagi pelanggan setia mereka.

Ka-Soh hanyalah salah satu dari sekian banyak bisnis yang menyerah. Burp Kitchen & Bar, restoran keluarga populer lainnya, juga menjadi bagian dari 320 restoran yang tutup di bulan Juli. Prive Group, dengan semua restorannya, mengakhiri operasinya pada akhir Agustus, bulan yang mencatat 360 penutupan. Bahkan restoran-restoran yang dianggap ‘sehat’ pun tidak dapat bertahan, termasuk dua restoran yang masuk dalam Michelin Guide Singapura.

Biaya Sewa yang Meroket: Akar Masalah?

Bagi banyak pemilik restoran, biaya sewa yang terus meningkat menjadi penyebab utama penutupan, meskipun bukan satu-satunya faktor. Terence Yow, ketua Singapore Tenants United for Fairness (SGTUFF), mengatakan bahwa sebagian besar penyewa melaporkan kenaikan sewa antara 20% dan 49%, sebuah fenomena yang belum pernah terjadi selama 15-20 tahun terakhir.

Ruko kini menjadi properti incaran investor, baik lokal maupun asing, di tengah upaya ‘pendinginan’ pembelian hunian. Hal ini menyebabkan ekspektasi tinggi terhadap imbal hasil sewa. Pemilik properti juga menghadapi tekanan biaya konstruksi dan pemeliharaan yang meningkat.

Selain biaya sewa, kenaikan biaya tenaga kerja dan penurunan permintaan juga berkontribusi pada masalah ini. Persaingan untuk juru masak semakin ketat, memaksa restoran-restoran kecil untuk menggandakan gaji normal demi mengamankan staf.

Asosiasi Restoran Singapura telah memperingatkan tentang krisis tenaga kerja yang serius dan meminta peninjauan kuota pekerja asing. Namun, pihak berwenang melihat masalah ini sebagai kelebihan pasokan, dengan hampir 23.600 gerai makanan ritel di Singapura pada tahun lalu. Meskipun banyak bisnis tutup, bisnis baru juga bermunculan, tetapi jaringan restoran besar tampaknya mendominasi dan menyingkirkan usaha independen kecil.

Pergeseran Perilaku Konsumen: Adaptasi atau Mati

Data menunjukkan bahwa katering dan gerai makanan cepat saji mengalami peningkatan penjualan, sementara restoran mengalami penurunan omzet. Perubahan perilaku konsumen menjadi faktor penting lainnya. Ronald Chye, pemilik Burp Kitchen, menyoroti penurunan pengeluaran dan banyaknya pilihan yang tersedia bagi konsumen. Frekuensi kunjungan pelanggan juga menurun drastis.

Media sosial memainkan peran penting dalam penemuan restoran baru, terutama di kalangan Generasi Z. Banyak restoran kini berinvestasi dalam kehadiran online dan strategi pemasaran digital. Marie’s Lapis Cafe, sebuah kafe Peranakan, berhasil meningkatkan bisnisnya dengan bantuan profesional yang mempertajam kehadiran online mereka.

Meskipun pemasaran digital dapat membantu, masalah mendasar tetap ada. Edward Chia, Anggota Parlemen dan mantan pemilik F&B, menyerukan peningkatan jumlah pekerja asing yang dapat dipekerjakan oleh bisnis dan dukungan untuk meningkatkan produktivitas dengan jumlah staf yang sama atau lebih sedikit.

Beberapa bisnis telah beradaptasi dengan berinvestasi dalam perangkat lunak manajemen hubungan pelanggan dan sistem keanggotaan. SGTUFF juga melobi untuk sewa yang lebih adil dengan batas perpanjangan sewa yang dipatok pada inflasi atau pertumbuhan produk domestik bruto. Tujuannya adalah untuk mencegah kenaikan harga yang tiba-tiba dan besar setelah penyewa berusaha membangun bisnis selama beberapa tahun.

Scroll to Top