Investasi Baterai Kendaraan Listrik LG Batal: Pemerintah Terlalu Ambisius?

Rencana investasi raksasa dari LG senilai Rp 130 triliun dalam proyek rantai pasok baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia, atau dikenal sebagai Proyek Titan, dikabarkan batal. Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menduga penyebabnya adalah ambisi pemerintah Indonesia yang terlalu besar.

LG Energy Solution, pemimpin konsorsium proyek ini, semula berencana menanamkan modal besar untuk membangun ekosistem baterai EV yang komprehensif. Namun, proyek ini urung dilanjutkan pada kuartal I 2025.

Direktur Eksekutif CSIS, Yose Rizal Damuri, menjelaskan bahwa salah satu alasan utama LG mengurungkan niatnya adalah keinginan Indonesia untuk menguasai seluruh rantai pasok di dalam negeri. Padahal, rantai pasok baterai, mulai dari pertambangan hingga daur ulang, sangat panjang dan kompleks.

"Kita maunya semua ada di Indonesia. Akhirnya, kita tidak dapat apa-apa," ujarnya. Rizal menekankan bahwa rantai pasok baterai EV bersifat global dan internasional. Meskipun Indonesia memiliki potensi di beberapa sektor, beberapa tahapan manufaktur tetap memerlukan pasokan dari luar negeri.

CSIS menyarankan Indonesia untuk tetap membuka diri terhadap kerja sama internasional dalam pengembangan rantai pasok baterai EV. Rizal mencontohkan China, sebagai pemain global, tetap aktif menjalin kemitraan dengan negara lain. Ia mengkritik sikap pemerintah yang dinilai terlalu ingin mandiri.

"Jangan maunya kita semua sendiri. Kalau maunya semua sendiri, tidak ada yang mau datang," sindirnya.

CSIS menekankan perlunya perbaikan paradigma pembangunan Indonesia, terutama dalam menghadapi krisis global. Indonesia dinilai masih terlalu tertutup dengan kebijakan yang berorientasi ke dalam (inward looking). Rizal mengkritik kecenderungan menutup diri, meskipun ekonomi Indonesia tergolong besar.

Ia menyoroti kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang menurut studi CSIS, tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap sektor industri. Data menunjukkan bahwa dari 463 perusahaan Jepang yang berencana relokasi ke ASEAN, hanya 16 yang memilih Indonesia, jauh tertinggal dibandingkan Vietnam, Thailand, dan Malaysia.

Namun, Menteri Investasi dan Hilirisasi, Rosan Roeslani, memberikan klarifikasi bahwa bukan LG yang mundur dari Proyek Titan, melainkan pemerintah Indonesia yang membatalkan kesepakatan tersebut. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membatalkan kerja sama dengan LG karena negosiasi yang berlangsung terlalu lama.

Sebagai gantinya, Indonesia menggandeng Huayou, perusahaan asal China, untuk membentuk usaha patungan dengan PT Industri Baterai Indonesia (IBC).

Scroll to Top