Nilai tukar rupiah mengalami tekanan akibat sentimen global dan domestik, hingga menyentuh level Rp 16.607 per dolar AS. Bank Indonesia (BI) menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas mata uang Garuda ini.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyampaikan bahwa tekanan eksternal dan internal telah mendorong pelemahan rupiah melewati angka Rp 16.500. Meskipun demikian, BI bertekad kuat untuk melakukan stabilisasi nilai tukar. Hal ini disampaikannya dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI.
Perry menjelaskan bahwa sebelumnya, rupiah sempat menembus level Rp 17.000 per dolar AS saat pengumuman tarif resiprokal oleh Presiden Donald Trump. Upaya stabilisasi yang dilakukan BI berhasil menguatkan kembali rupiah hingga ke level Rp 16.300 beberapa waktu lalu.
BI akan terus melakukan intervensi di pasar valuta asing, baik melalui transaksi non-deliverable forward (NDF) maupun transaksi tunai (spot) di pasar domestik dan luar negeri. Selain itu, BI juga melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk meningkatkan likuiditas.
Perry menekankan bahwa stabilitas nilai tukar rupiah merupakan faktor krusial bagi stabilitas perekonomian dan negara secara keseluruhan.
Pelemahan rupiah ini terjadi seiring dengan kebijakan pemangkasan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve (The Fed). Kebijakan The Fed ini didorong oleh kekhawatiran terhadap peningkatan angka pengangguran di AS, terutama di kalangan kelompok minoritas, pekerja muda, serta penurunan jam kerja mingguan.