Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sedang merancang strategi untuk menarik potensi pajak dari transaksi emas. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara sekaligus mengintegrasikan simpanan emas masyarakat ke dalam sistem keuangan formal.
Fakta mengejutkan terungkap dalam seminar yang diadakan Tax Centre FIA Universitas Indonesia. Menurut data DJP, terdapat sekitar 1.800 ton emas yang disimpan masyarakat di luar sistem perbankan. Nilai emas ini diperkirakan mencapai Rp3.700 triliun, namun hanya sebagian kecil yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
Hanya 126 ton emas atau senilai Rp260 triliun yang tercatat di SPT Tahunan. Sisanya, tersembunyi di pasar informal yang sulit dilacak. Ironisnya, meski Indonesia merupakan produsen emas besar, cadangan emas di Bank Indonesia hanya 78,6 ton, jauh tertinggal dari Singapura yang memiliki 204 ton.
Dominasi pasar gelap ini menyebabkan hilangnya potensi penerimaan pajak dari keuntungan modal (capital gain). Terlebih lagi, tren perdagangan emas digital semakin populer, dengan nilai transaksi mencapai Rp50 triliun pada tahun 2024, namun sebagian besar belum terdeteksi oleh sistem pajak.
DJP berencana menerapkan skema pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Final melalui platform jual-beli emas resmi. Sistem ini akan menyederhanakan proses pelaporan pajak bagi investor, karena tidak perlu lagi menghitung capital gain berdasarkan harga beli dan jual. PPh Final dianggap sebagai solusi yang sederhana dan adil untuk meningkatkan penerimaan pajak.
Simulasi awal menunjukkan bahwa kebijakan ini berpotensi menghasilkan penerimaan negara antara Rp4,63 triliun hingga Rp55,62 triliun. Besarnya penerimaan tergantung pada seberapa banyak transaksi yang beralih dari pasar gelap ke pasar resmi. Kunci keberhasilan terletak pada penetapan tarif yang tepat: tidak terlalu tinggi agar investor tidak lari, namun juga tidak terlalu rendah agar penerimaan negara tidak berkurang.
Selain meningkatkan penerimaan pajak, regulasi ini diharapkan dapat memperkuat ekosistem emas nasional. Dengan masuknya emas ke pasar formal, emas dapat dimonetisasi untuk pembelian properti, kendaraan, atau aktivitas ekonomi lainnya yang tercatat oleh negara.
Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk menyeimbangkan kepentingan fiskal negara dengan kenyamanan investor. Jika berhasil, emas tidak hanya akan menjadi tabungan pribadi, tetapi juga menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi.