Presiden Korea Selatan (Korsel) Lee Jae Myung memperingatkan negaranya bisa terjerumus ke dalam krisis ekonomi yang parah, bahkan lebih buruk dari krisis tahun 1997. Hal ini bisa terjadi jika pemerintah mengabulkan permintaan Amerika Serikat (AS) dalam negosiasi perdagangan yang sedang berlangsung tanpa melindungi kepentingan dalam negeri.
Dalam sebuah wawancara, Lee mengungkapkan kekhawatiran bahwa kesepakatan dagang lisan yang telah disepakati pada bulan Juli, di mana AS akan menurunkan tarif era Donald Trump untuk produk-produk Korsel dengan imbalan investasi senilai US$ 350 miliar dari Korsel, belum final. Perselisihan mengenai bagaimana investasi tersebut akan dikelola menjadi batu sandungan.
Lee menekankan, tanpa fasilitas currency swap (pertukaran mata uang), penarikan dana sebesar US$ 350 miliar dan menginvestasikannya di AS dapat memicu situasi serupa dengan krisis keuangan 1997.
Selain isu perdagangan, Lee juga menyoroti penggerebekan imigrasi besar-besaran di AS yang menahan ratusan warga Korea, serta hubungan Seoul dengan Korea Utara (Korut), China, dan Rusia.
Skandal Hyundai Mengguncang Hubungan
Pemerintahan Trump sebelumnya mengejutkan Korsel dengan penangkapan lebih dari 300 pekerja warga negara Korsel di pabrik baterai Hyundai Motor di Georgia, AS. Mereka dituduh melakukan pelanggaran imigrasi. Lee menyayangkan perlakuan "kasar" terhadap para pekerja, termasuk publikasi foto mereka dalam keadaan terborgol, dan memperingatkan bahwa insiden ini dapat menghambat investasi perusahaan Korsel di AS.
Meskipun demikian, Lee meyakini bahwa insiden tersebut tidak akan merusak aliansi bilateral dan memuji tawaran Trump untuk mengizinkan para pekerja tinggal. Ia menduga penggerebekan tersebut bukan atas perintah Trump, melainkan hasil dari penegakan hukum yang berlebihan.
Posisi AS dalam Negosiasi
Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick menyatakan bahwa Korsel harus mengikuti jejak Jepang dan menyetujui kesepakatan perdagangan dengan AS, atau menghadapi tarif. Lee merespons dengan menyatakan keyakinannya bahwa kedua negara, sebagai sekutu dekat, akan dapat mempertahankan rasionalitas. Korsel juga telah mengusulkan jalur currency swap dengan AS untuk mengurangi dampak investasi terhadap pasar mata uang Won.
Lee menekankan perbedaan antara Korsel dan Jepang, yang memiliki cadangan devisa lebih dari dua kali lipat dari Korsel, mata uang internasional Yen, dan jalur swap dengan AS.
Krisis Korea 1997: Pelajaran yang Tak Boleh Dilupakan
Krisis keuangan 1997 menjadi momok yang menghantui Korsel. Krisis tersebut dipicu oleh jatuhnya mata uang Thailand Baht terhadap dolar AS, yang menyebabkan investor asing menarik dana dari Korea. Faktor-faktor lain yang berkontribusi termasuk defisit transaksi berjalan yang meningkat, kebijakan nilai tukar pemerintah, konglomerat Korea yang terlilit utang, dan ketergantungan bank pada pinjaman luar negeri jangka pendek.
Cadangan devisa pemerintah anjlok, sementara utang luar negeri melonjak. Krisis ini berdampak luas, menyebabkan kebangkrutan perusahaan dan memaksa raksasa industri seperti Samsung dan Hyundai untuk melakukan langkah-langkah penghematan.