Awal pekan ini, pasar finansial Indonesia menunjukkan performa yang kurang menggembirakan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami koreksi tipis, sementara nilai tukar rupiah terus melemah hingga menembus level Rp16.600 per dolar AS. Kondisi ini kontras dengan euforia yang terjadi pada penutupan perdagangan minggu lalu, kini dihadapkan pada tekanan eksternal yang nyata.
Pada perdagangan kemarin, IHSG ditutup melemah 0,14% atau 11,08 poin, berada di level 8.040,04. Meskipun demikian, terdapat 371 saham yang mencatatkan kenaikan, berbanding 297 saham yang mengalami penurunan. Sektor barang baku dan finansial menjadi pemberat utama indeks, sementara sektor konsumer primer dan properti berhasil mencatatkan pertumbuhan positif. Investor asing tercatat melakukan penjualan bersih (net sell) sebesar Rp 491,53 miliar. Saham-saham seperti Amman Mineral Internasional (AMMN) dan perbankan besar seperti BBRI dan BBCA turut menyeret indeks ke zona merah. Total transaksi mencapai Rp23,09 triliun dengan volume 39,85 miliar saham berpindah tangan.
Di pasar valuta asing, rupiah ditutup melemah 0,09% ke level Rp16.600 per dolar AS. Sepanjang sesi perdagangan, rupiah sempat menyentuh level Rp16.635 sebelum akhirnya sedikit menguat. Pelemahan ini merupakan tren yang berlanjut selama tiga hari berturut-turut, dipengaruhi oleh kombinasi faktor global dan domestik. Secara global, dolar AS masih menunjukkan kekuatan dengan indeks DXY di kisaran 97,6. Sementara di dalam negeri, kebijakan Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,75% dinilai terlalu agresif oleh pasar, meningkatkan kekhawatiran terhadap independensi bank sentral.
Sementara itu, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun sedikit menurun ke level 6,33%, dari 6,34% pada hari sebelumnya, mengindikasikan adanya peningkatan permintaan terhadap SBN.
Di sisi lain, bursa Amerika Serikat (AS) mencatatkan rekor baru. Indeks S&P 500 naik 0,44% ke level 6.693,75, Nasdaq Composite melonjak 0,70% menjadi 22.788,98, dan Dow Jones Industrial Average menguat 0,14% menjadi 46.381,54. Kinerja positif ini didorong oleh kenaikan saham Nvidia, menyusul pengumuman kemitraan dengan OpenAI. Saham Nvidia melonjak 3,9% setelah mengumumkan investasi sebesar US$ 100 miliar di OpenAI. Selain itu, saham Oracle juga naik 6% setelah mengumumkan perubahan kepemimpinan. Saham Apple juga menguat 4% berkat penjualan iPhone terbaru. Namun, potensi shutdown pemerintah AS menahan laju kenaikan pasar.
Pasar AS baru saja melewati pekan yang solid setelah The Federal Reserve memangkas suku bunga. Para pelaku pasar memprediksi akan ada dua kali lagi pemangkasan suku bunga sebelum akhir tahun. Minggu ini, pasar akan menantikan data terbaru mengenai inflasi, yaitu indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE).
Pasar keuangan domestik juga dipengaruhi oleh publikasi APBN KiTa edisi September 2025 dan kebijakan dari China. Menteri Keuangan yang baru, Purbaya Yudhi Sadewa, menyampaikan data yang menunjukkan pendapatan negara hingga Agustus 2025 baru mencapai 57,2% dari target, turun 7,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Belanja negara mencapai 55,6% dari target. Akibatnya, APBN mencatat defisit Rp321,6 triliun atau 1,35% PDB, dua kali lipat lebih besar dibandingkan tahun lalu. Realisasi program prioritas juga menjadi sorotan, dengan serapan yang masih rendah. Selain itu, rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) masih tertunda.
Hari ini, pasar akan mencermati rilis data uang beredar (M2) Juli 2025 oleh Bank Indonesia, serta Rapat Paripurna DPR terkait RUU tentang APBN TA 2026. Dari eksternal, PMI Global S&P untuk September akan dirilis, serta pidato Ketua The Fed Jerome Powell.
Dengan berbagai faktor tersebut, pasar keuangan Indonesia dihadapkan pada tantangan yang kompleks. Investor perlu mencermati perkembangan ekonomi domestik dan global untuk mengambil keputusan investasi yang tepat.