Trump Selenggarakan Pertemuan Tingkat Tinggi Bahas Krisis Gaza

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, akan menjadi tuan rumah pertemuan penting dengan sejumlah pemimpin negara Arab dan Muslim terpilih pada hari Selasa (23/9/2025) di New York. Fokus utama pembahasan adalah eskalasi genosida Israel yang sedang berlangsung di Gaza.

Pertemuan yang diadakan di sela-sela Sidang Umum PBB ini muncul di tengah meningkatnya sorotan internasional terhadap dugaan pelanggaran hukum perang oleh Israel.

Para pemimpin dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Qatar, Mesir, Yordania, dan Turki telah menerima undangan untuk menghadiri pertemuan tertutup tersebut. Agenda pertemuan diprediksi akan mendahului pertemuan Trump dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang dijadwalkan pada 29 September di Gedung Putih.

Sumber informasi menyebutkan, para pemimpin Arab akan mendesak Trump untuk memberikan tekanan kepada Netanyahu agar menghentikan serangan di Gaza dan membatalkan rencana pencaplokan ilegal Tepi Barat.

Washington diperkirakan akan mengajukan proposal agar negara-negara Arab dan Muslim berkontribusi pada rencana stabilisasi pasca-konflik di Gaza, termasuk kemungkinan penempatan pasukan pengganti pasukan pendudukan Israel. Akan tetapi, proposal ini diperkirakan akan menghadapi penolakan kecuali kerangka politik yang menjamin kedaulatan Palestina telah disepakati.

Trump juga dijadwalkan mengadakan pertemuan terpisah dengan para pemimpin Dewan Kerja Sama Teluk (GCC), termasuk Oman, Bahrain, dan Kuwait. Pembahasan akan mencakup isu-isu regional yang lebih luas, termasuk peningkatan ketegangan oleh Israel di kawasan tersebut.

Serangan Israel terhadap Doha beberapa waktu lalu menuai kecaman luas dari dunia internasional. Qatar dikabarkan menuntut permintaan maaf sebelum bersedia melanjutkan negosiasi.

Agresi Israel memicu pertemuan darurat para pemimpin negara Arab dan Muslim di Doha, serta diikuti dengan pakta keamanan baru antara Arab Saudi dan Pakistan—yang diinterpretasikan sebagai respons terhadap keraguan atas reliabilitas Amerika Serikat sebagai penjamin keamanan di wilayah Teluk.

Kebijakan garis keras Israel juga berpotensi menggagalkan inisiatif kebijakan luar negeri yang selama ini menjadi ciri khas kepresidenan Trump, yakni Perjanjian Abraham.

UEA telah memperingatkan bahwa aneksasi Tepi Barat dapat menyebabkan runtuhnya perjanjian yang telah menormalisasi hubungan antara sejumlah negara Arab dengan Israel.

Hingga saat ini, Gedung Putih belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait laporan-laporan ini.

Scroll to Top